Senin 26 Jun 2023 22:21 WIB

Komnas Rekomendasikan KPK Bangun Kebijakan Pencegahan Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan meminta KPK untuk membangun kebijakan pencegahan kekerasan seksual.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Komnas Perempuan meminta KPK untuk membangun kebijakan pencegahan kekerasan seksual.
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Komnas Perempuan meminta KPK untuk membangun kebijakan pencegahan kekerasan seksual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan merekomendasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera membangun kebijakan dan mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan seksual di lingkungan lembaga antirasuah tersebut. Hal ini seiring terungkapnya dugaan pelecehan seksual terhadap istri tahanan yang diduga dilakukan oleh seorang petugas Rutan KPK.

"Kebijakan ini menjadi penting untuk memastikan bahwa perbuatan serupa tidak berulang di masa depan," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, Senin (26/6/2023).

Baca Juga

Siti menjelaskan, adanya program-program pencegahan, penanganan dan pemulihan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam UU TPKS sangat penting. Secara khusus bagi petugas rutan.

"Memastikan para petugas Rutan memahami ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia," ujar Siti.

Meski demikian, Siti mengaku tidak dapat banyak berkomentar mengenai kasus ini. Sebab, ia menyebut, Komnas Perempuan tidak memiliki kecukupan informasi terkait dugaan pelecehan tersebut.

Dia hanya menyampaikan, jika kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan seksual ini juga dilakukan agar para istri tahanan mendapatkan akses atau hal lainnya, maka petugas rutan menggunakan relasi kuasanya. Sehingga, Siti menilai, Dewas KPK perlu melakukan pendalaman secara menyeluruh.

"Menjadi penting agar Dewas KPK untuk melakukan investigasi lebih menyeluruh apakah hal serupa (kekerasan seksual berbentuk pelecehan seksual atau lainnya) terjadi pada istri tahanan KPK lainnya," ungkap Siti.

Di sisi lain, Siti mengatakan, pihaknya menghormati sanksi pelanggaran etik sedang yang dijatuhkan kepada pelaku. Namun, menurut dia, kasus ini bisa dibawa ke jalur hukum jika perbuatan petugas rutan itu memenuhi unsur pidana.

"Jika pelecehan seksual tersebut memenuhi unsur tindak pidana seperti diatur dalam UU TPKS, maka sebaiknya juga ditempuh mekanisme hukum pidana," tutur dia.

Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan angkat suara soal kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Dia menduga, hal ini awalanya terungkap dari laporan ke Dewan Pengawas (Dewas) terkait dugaan asusila yang terjadi pada istri tahanan.

"Dugaan saya, setelah ada laporan tersebut (dugaan asusila) baru Dewas tahu kalau tahanan itu juga setor bulanan ke petugas rutan dan tahanan yang lain juga," kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/6/2023).

Novel tak menjelaskan lebih rinci mengenai dugaan asusila tersebut. Dia hanya mengatakan, perbuatan yang diduga dilakukan oleh seorang petugas itu telah diadukan kepada Dewas KPK.

Namun, menurut dia, laporan dugaan asusila itu tidak disampaikan ke publik. Dewas KPK justru kini fokus terhadap temuan pungli. "Mereka tutupi soal fakta bahwa ada laporan dari istri tahanan soal pelecehan yang dilakukan petugas KPK," ungkap Novel.

Di sisi lainnya, KPK menegaskan bahwa Dewas sudah menindaklanjuti dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh petugas rutan. Namun, pegawai itu hanya dijatuhi putusan pelanggaran etik sedang.

"Dewas kemudian melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap pihak terkait dilanjutkan sidang etik pada April 2023, dengan putusan pelanggaran etik sedang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).

Ali mengungkapkan, proses tersebut bermula dari adanya laporan yang diterima oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Aduan itu selanjutnya diteruskan kepada Dewas pada Januari 2023.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement