Sabtu 24 Jun 2023 20:45 WIB

Komnas Dorong Perlindungan Perempuan Berstatus Kepala Keluarga

Setidaknya 12 persen rumah tangga di Indonesia memiliki berkepala keluarga perempuan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Seorang ibu merapikan dandanan anaknya saat mengikuti karnaval budaya. Perempuan yang menjadi kepala keluarga berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender.
Foto: ANTARA/Jojon
Seorang ibu merapikan dandanan anaknya saat mengikuti karnaval budaya. Perempuan yang menjadi kepala keluarga berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menilai perempuan-perempuan yang menjadi kepala keluarga berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Komnas Perempuan menyoroti upaya menghapus kekerasan berbasis gender di ruang siber dan stigma pada perempuan kepala keluarga.

"Pemberdayaan perempuan kepala keluarga hendaknya dibarengi mendekatkan mereka pada akses teknologi sekaligus memperkuat pengetahuan dan pemahaman di berbagai aspek seperti hukum, politik, dan regulasi," kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini dalam keterangannya pada Sabtu (24/6/2023).

Baca Juga

Data Badan Pusat Statistik (BPS), 2022, menunjukkan sebanyak 12,72 persen kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan. Namun berbagai lembaga menyatakan jumlah kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan ini bisa lebih besar.

"Ini mengingat perempuan kepala keluarga bukan hanya pada kasus perempuan yang telah bercerai atau ditinggal wafat oleh pasangannya. Tetapi juga perempuan yang secara faktual menjadi pencari nafkah utama, baik dalam perkawinan maupun dalam status lajang bagi keluarganya," ujar Theresia.

Di tingkat sosial, perempuan kepala keluarga juga mengalami berbagai stigma dan diskriminasi terutama perempuan kepala keluarga yang bercerai. Komnas Perempuan mencatat adanya 624 korban dengan status perkawinan cerai pada 2018-2022.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2022, dengan bersumber pada data Badan Peradilan Agama (Badilag) menunjukkan adanya 326.534 perempuan yang menghadapi perceraian akibat kekerasan berbasis gender. "Perceraian mengakibatkan perempuan mengalami perubahan status dan memungkinkan perempuan memperoleh peran baru, yaitu sebagai kepala keluarga," ujar Theresia.

Pada konteks teknologi, Komnas Perempuan mencatat kenaikan kasus kekerasan berbasis gender di ruang siber sejak 2017. Kerentanan perempuan terhadap teknologi muncul karena kebanyakan dari mereka tidak terbiasa dengan dunia siber ditambah kerentanan sebagai perempuan kepala keluarga yang penuh stigma dan diskriminasi serta terasing dari teknologi.

"Penyebaran video atau foto bernuansa seksual untuk pembalasan dendam tercatat paling banyak dilakukan oleh pasangan intim seperti suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, hingga teman dekat," kata Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi.

Data selama 5 tahun Komnas Perempuan (2016-2020) mencatat 889 kasus kekerasan yang dilakukan mantan suami, baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual (termasuk siber) dan/atau ekonomi. Situasi ini memperlihatkan kekerasan siber yang dilakukan mantan suami merupakan bentuk KDRT berlanjut (post separation abuse). Sayangnya, perlindungan perempuan dari kekerasan berbasis gender termasuk di ruang siber masih amat minim.

"Merespons situasi ini penting bagi negara untuk betul-betul memberikan perlindungan substantif bagi perempuan kepala keluarga yang mengalami kekerasan oleh mantan suami yang kerap bertumpang tindih dengan kekerasan lainnya," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin.

Diketahui, tema peringatan Hari Perempuan Kepala Keluarga pada 2023 yaitu inovasi dan teknologi bagi kesetaraan gender. Pada konteks Indonesia, tema ini menjadi relevan mengingat masih banyaknya kekerasan terhadap perempuan kepala keluarga dalam teknologi utamanya di ruang siber.

Hari Perempuan Kepala Keluarga sendiri dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang  mendeklarasikannya pada 23 Juni tahun 2011. Peringatan tersebut bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan serta kesulitan para perempuan kepala keluarga di seluruh dunia dalam menghadapi stigma di masyarakat juga tuntutan hidup dalam menafkahi diri dan keluarganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement