REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Profesor Abdul Rauf mengusulkan kepada pemerintah agar melakukan tiga upaya untuk mengantisipasi dampak dari fenomena El Nino yang diprediksi terjadi pada Juni hingga Agustus 2023.
"Kalau memang sudah bisa memprediksi kapan terjadinya El Nino, maka sudah tentu dari sekarang harus menyiapkan cadangan bahan pangan seperti beras dan lainnya," ujar Abdul Rauf.
Kemudian kedua, dia melanjutkan, memanfaatkan agroforestri atau penanaman tanaman pangan dan kehutanan di lahan yang sama. Dengan agroforestri atau wanatani, lahan-lahan di sela barisan tumbuhan pohon misalnya karet, sawit dan tanaman kehutanan dapat dimaksimalkan.
Menurut Abdul Rauf, hasil panen dari agroforestri tidak sebanyak jika menggunakan metode konvensional layaknya sawah. "Namun, itu bisa meminimalkan efek El Nino yang mengurangi curah hujan," kata dia.
Salah satu tanaman pangan yang dapat ditumbuhkan dengan wanatani adalah padi gogo. Padi jenis itu tahan dengan kondisi lahan yang relatif kering.
Bukan cuma padi, Abdul Rauf juga menyarankan supaya tetap menumbuhkan tanaman pangan lain dengan multiple cropping atau sistem tanam ganda. "Stok pangan lain itu seperti jagung, sagu, ubi yang juga memiliki nilai gizi," kata dia.
Sementara upaya ketiga dari Abdul Rauf yakni mencari sumber-sumber air tanah yang tersedia di wilayah-wilayah vegetasi. Di tempat yang kualitas vegetasinya bagus, kondisi air permukaan dan air tanahnya diyakini cukup untuk menumbuhkan tanaman pangan.
"Kita sudah melewati beberapa kali El Nino. Namun, hutan dan perkebunan tidak habis, kan? Tetap ada. Artinya, cadangan air bumi termasuk air tanah dan air permukaan harus diperkuat dan dipertahankan," ujar Abdul Rauf.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, ada 50-60 persen peluang terjadinya El Nino di Indonesia pada semester kedua tahun 2023 dengan puncaknya diyakini pada Agustus. Salah satu dampak El Nino yang sangat diwaspadai adalah terjadinya gagal panen. Gagal panen ini akan membuat kurangnya stok beras yang berujung pada meningkatnya harga.
Berdasarkan BMKG, El Nino merupakan fenomena memanasnya suhu muka laut Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan itu meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.