REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan diminta memberi akses pengembangan karir yang setara dan inklusif bagi guru difabel.
"Guru difabel perlu mendapatkan kesempatan yang sama dengan guru lain dalam hal pelatihan dan sertifikasi untuk pengembangan karir dan profesionalitas, demi tercapainya pendidikan yang inklusif," kata dosen Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan (PLB FIP) Universitas Negeri Padang Antoni Tsaputra.
Antoni menyatakan, angka kelulusan anak difabel di tingkat Sekolah Dasar (SD) saja masih sangat rendah, yakni 56 persen. Untuk itu peran guru menjadi penting dalam membimbing, mengajar, dan memberdayakan peserta didik difabel.
Menurut dia, perlu ada insentif, tunjangan khusus, juga akses dan fasilitas yang memadai kepada guru difabel dalam rangka meningkatkan kompetensi. "Hidup dengan difabel itu mahal. Misalnya insentif yang diberikan pada guru non-difabel sama dengan yang diberikan kepada guru yang normal, belum tentu cukup. Karena di Indonesia ini belum ada sarana transportasi yang aksesibel, belum lagi yang membutuhkan pendamping," kata Antoni menjelaskan.
Dalam hal peningkatan kapasitas dan pengembangan profesionalitas guru, dosen yang berhasil menyelesaikan pendidikan doktoral di University of New South Wales Australia ini, mengatakan, terlepas dari pemajuan kerangka hukum yang menjamin hak-hak difabel terkait akses pendidikan yang setara, implementasi di lapangan masih belum sesuai dengan diharapkan. Langkah-langkah penting yang mesti dilakukan adalah advokasi kebijakan yang mendukung tenaga pendidik difabel, fasilitas dan aksesibilitas yang sesuai, dan yang paling penting adalah dukungan finansial dan teknis.
Dia menyampaikan, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyandang difabel, harus ada keterlibatan difabel pula di dalamnya, termasuk dalam program pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru yang inklusif. Selain itu, perlu ada regulasi yang mendukung dalam pengembangan profesi dan karir guru dengan difabel, dukungan teknologi yang memadai, serta program sertifikasi yang perlu mengadopsi metode pendidikan yang inklusif.