REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sesuai keinginan partainya, yakni pemilu tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka. Karena itu, dirinya sebagai anggota DPR RI membatalkan rencana mengevaluasi kewenangan dan anggaran MK.
"Tidak ada evaluasi lagi. MK sudah putuskan pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Ini sudah happy-happy solution," kata Habiburokhman saat konferensi pers usai mengikuti sidang pembacaan putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Ancaman untuk mengevaluasi anggaran MK disampaikan Habiburokhman ketika semua partai parlemen, kecuali PDIP, menggelar konferensi pers menolak sistem proporsional tertutup pada akhir Mei lalu. Dia mengatakan bahwa DPR punya kewenangan untuk 'menyunat' anggaran apabila MK bersikeras memutuskan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Kami juga akan menggunakan kewenangan kami ya. Begitu juga dalam konteks budgeting, kami juga ada kewenangan, mungkin itu," kata anggota Komisi III DPR itu.
Kemarin (14/6/2023), Habiburokhman dalam sebuah diskusi menyebut dirinya mendapat keluhan dari sejumlah pihak bahwa MK punya kewenangan terlalu besar. Dia pun menyebut bahwa DPR kini sedang merevisi UU MK. Apabila MK memutuskan penerapan sistem proporsional terbuka dan menimbulkan krisis, DPR bisa saja mengevaluasi kedudukan dan kewenangan lembaga penjaga konstitusi itu.
Nyatanya, MK hari ini memutuskan menolak gugatan yang meminta sistem proporsional terbuka diganti menjadi tertutup. Dengan demikian, sistem proporsional terbuka atau sistem yang memungkinkan masyarakat memilih caleg yang diinginkan itu akan tetap digunakan dalam Pemilu 2024.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (15/6/2023).
Permohonan uji materi ini diajukan oleh kader PDIP, Demas Brian Wicaksono, beserta lima koleganya. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka sebagaimana termaktub dalam UU Pemilu, bertentangan dengan konstitusi.
Mereka meminta hakim konstitusi menyatakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.