Selasa 13 Jun 2023 11:38 WIB

Bawaslu Khawatir Ada Pemilih Gaib

Bagja meminta KPU memberikan data pemilih kepada Bawaslu secara memadai.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan sambutannya saat meluncurkan aplikasi Elektronik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (e-PPID) Terintegrasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Bawaslu meluncurkan e-PPID Terintegrasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kab/Kota sebagai upaya mendukung penyampaian informasi kepemiluan terhadap masyarakat sekaligus dalam rangka menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan sambutannya saat meluncurkan aplikasi Elektronik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (e-PPID) Terintegrasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Bawaslu meluncurkan e-PPID Terintegrasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kab/Kota sebagai upaya mendukung penyampaian informasi kepemiluan terhadap masyarakat sekaligus dalam rangka menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kembali meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memberikan data utuh pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS). Tujuannya, agar Bawaslu bisa melakukan pengecekan sebelum KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT). 

"DPS kami tidak mau main-main. Bawaslu tidak main-main karena ini berkaitan dengan pencetakan surat suara," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Senin (13/6/2023). 

Baca Juga

Sebagai catatan, KPU menetapkan DPS, yang berjumlah 205.853.518 orang, pada 14 April 2023 lalu. Mulai 24 April hingga 21 Juni, KPU menyempurnakan data DPS atau disebut tahap penyusunan Daftar Pemilihan Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP). Berbekal data DPSHP tersebut, KPU akan menetapkan DPT Pemilu 2024 pada akhir Juni 2023. 

Bagja mengatakan, warga yang masuk ke dalam DPT harus benar-benar orang yang punya hak pilih. Karena itu, Bawaslu harus melakukan pengawasan untuk memastikan tidak ada orang yang tak memenuhi syarat yang masuk dalam DPT.  "Bisa 100 orang kita tidak tahu makhluk dari mana, kemudian tiba-tiba ada di DPS. Itu bisa digunakan nanti suaranya," ujar Bagja. 

Karena itu, Bagja meminta KPU memberikan data pemilih kepada Bawaslu secara memadai. Sebab, kata dia, KPU selama ini hanya memberikan data nama pemilih dan alamatnya tanpa nama jalan. Alhasil, petugas Bawaslu kesulitan melakukan pengecekan. "Yang namanya misalnya Agus di satu RT itu bisa 10 orang loh. Itu kita kepontal-pontal (mencarinya)," ujarnya. 

Terpisah, Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos membantah pernyataan Bagja. Betty mengatakan, KPU telah memberikan Bawaslu akses penuh untuk mengecek data pemilih lewat kanal Sistem Informasi Pemilih (Sidalih) KPU. Pihaknya juga sudah memberikan salinan data pemilih yang masuk DPS. 

"KPU sudah memberikan salinan DPS kepada Bawaslu. Salinan DPS yang kami berikan merupakan hasil rekap se-Indonesia," kata Betty kepada wartawan, Selasa (13/6/2023). 

Betty menuturkan, salinan DPS itu memuat data lengkap pemilih, termasuk detail alamat rumah hingga nama jalan. Hanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor KK yang tidak ada dalam data tersebut. 

Ketegangan antara KPU dan Bawaslu ihwal data pemilih ini sebenarnya bukan hal baru. Bawaslu RI pada awal tahap penyusunan DPS atau disebut pencocokan dan penelitian (coklit) juga mengeluhkan kebijakan KPU yang tidak mau memberikan data calon pemilih. Alhasil, petugas Bawaslu kesulitan mengawasi proses coklit. Ketika itu, Bagja sempat mengancam akan mengadukan KPU ke Presiden Jokowi. Namun hingga kini, ancaman itu tidak pernah jadi kenyataan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement