Kamis 08 Jun 2023 18:39 WIB

Gubernur Lemhannas Klaim Revisi UU TNI Diarahkan Perkuat Konsolidasi Demokrasi

Lemhannas mengaku banyak perubahan selama lebih dari 20 tahun sejak UU TNI disahkan.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto (kanan) didampingi Wakil Gubernur Lemhannas Letjen MS Fadhilah.
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto (kanan) didampingi Wakil Gubernur Lemhannas Letjen MS Fadhilah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengeklaim kajian terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan upaya untuk memperkuat konsolidasi demokrasi.

"Hubungan sipil dan militer di Indonesia, konsolidasi demokrasi. Bagaimana revisi UU TNI diarahkan untuk memperkuat konsolidasi demokrasi," kata Andi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Baca Juga

Menurut Andi, saat ini Lemhannas sedang memelajari kajian struktural awal revisi UU tersebut. Yakni yang mencakup lingkungan strategis, perubahan karakter ancaman, serta teknologi.

"Kalau ada perubahan perlu ada revisi. Kalau tidak ada perubahan, revisi nanti menunggu jika ada signifikan berubah. Itu saja kira-kira," tegasnya.

Sebelumnya, Kamis (25/5/2023), Andi mengungkapkan revisi UU TNI merupakan upaya Lemhannas mengevaluasi penerapan undang-undang itu setelah berlaku selama hampir 20 tahun. Sebab, banyak perubahan yang terjadi selama kurang lebih 20 tahun sejak UU TNI disahkan pada 2004.

"Kami di Lemhannas kemarin memulai kajian tentang revisi Undang-Undang TNI yang diarahkan memang untuk mengevaluasi bagaimana UU TNI diterapkan selama (hampir) 20 tahun. Apakah ada hal-hal struktural, fundamental, mendasar yang harus kamiantisipasi. Apakah ada adopsi-adopsi teknologi yang harus kami lakukan," ujar Andi.

Dia menyebutkan ada beberapa perubahan terjadi dalam kurun waktu dua dasawarsa terakhir. Antara lain situasi geopolitik terutama hubungan antarnegara kuat, kemajuan teknologi, serta penggunaan terminologi atau istilah baru dalam kebijakan pertahanan nasional.

"Dari sisi geopolitik, kami betul-betul melihat ada satu negara menjadi rising power dan satu negara menantang hegemoni, Amerika Serikat ditantang China. Kami juga melihat perkembangan teknologi. Kalau dalam tiga tahun terakhir ini, kombinasi antara siber, digital, dan space," katanya.

Dia menjelaskan kemajuan teknologi tentu berpengaruh terhadap cara suatu negara mempertahankan diri, doktrin militer, dan cara berperang. "Lompatan teknologi ini akan menghasilkan revolution of military defense, akan menghasilkan Revolusi Krida Yudha, yang akan membuat cara berperang kita lima tahun, 10 tahun ke depan; betul-betul berbeda dari cara pandang sebelumnya," ujar Andi Widjajanto.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement