REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa presenter televisi swasta, Brigita Manohara pada Senin (5/6/2023). Dia diduga menerima uang dari Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya mengenai dugaan sebaran aliran uang dari tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak) melalui pencucian uang ke saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Meski demikian, Ali tak menjelaskan lebih rinci mengenai jumlah uang yang diterima oleh Brigita. Dia hanya menyebutkan, selain Brigita, ada pihak lainnya yang juga turut menerima duit haram tersebut. Sebelumnya, Brigita diperiksa sebagai saksi atas kasus ini. Dia mengaku dicecar pertanyaan oleh penyidik mengenai aliran dana dari Ricky.
"Jadi saya diperiksa, dipanggil penyidik untuk tersangka RHP atas dugaan TPPU. saya diperiksa ditanyai 18 pertanyaan, dan untuk materinya bisa langsung tanya ke penyidik ya teman-teman," kata Brigita kepada wartawan usai pemeriksaan di gedung KPK, Senin.
Brigita menjelaskan pemanggilannya kali ini menyangkut perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat RHP. Adapun pemeriksaan sebelumnya baru membahas perkara korupsi RHP saja. "(Penyidik KPK) hanya mengonfirmasi karena ini kan dua tindak pidana yang berbeda tentu saja BAP-nya harus berbeda ya," ucap Brigita.
Presenter televisi tersebut sebenarnya sudah mengembalikan uang senilai Rp 480 juta pada 26 Juli 2022 ke rekening penerimaan KPK. Brigita mengeklaim uang tersebut berasal dari RHP atas kerja profesionalnya sebagai presenter dan konsultan.
Adapun KPK telah menetapkan RHP sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah. Setelah melakukan pengembangan kasus, KPK kemudian menetapkan kembali RHP sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menerima uang haram mencapai Rp 200 miliar.
Setelah menjadi tersangka, RHP sempat menghilang dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 15 Juli 2022. RHP sempat melarikan diri ke Papua Nugini selama tujuh bulan. Pelarian RHP berakhir setelah penyidik KPK mendeteksi keberadaannya di Indonesia pada awal Februari 2023 hingga akhirnya ditangkap di Abepura pada 19 Februari 2023.
Selain RHP, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain dari pihak swasta selaku pemberi suap, yaitu Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang (JPP), serta Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding (MT).