REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak lima perguruan tinggi di Jawa Barat (Jabar) dicabut izin operasionalnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Lima perguruan tinggi ini izinnya karena beberapa alasan.
Menurut Kepala LLDIKTI Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Samsuri, pencabutan izin operasional lima perguruan tinggi ini juga berdasarkan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020. Dalam aturannya lima perguruan tinggi di Jabar ini melakukan beberapa pelanggan hingga akhir berujung pencabutan izin operasional.
Samsuri menjelaskan, pencabutan izin operasional ini juga berdasarkan aduan dari masyarakat soal kondisi teknis pendidikan di lima perguruan tinggi itu. Samsuri sendiri belum menyampaikan secara gamblang nama perguruan tinggi ini.
"Perguruan tinggi berdasarkan laporan masyarakat yang melakukan pelanggaran akademik, tidak memenuhi standar pembelajaran dapat dikenakan saksi administratif atas dasar usulan masyarakat/pengaduan bisa jadi mahasiswa, dosen atau laporan LLDIKTI," ujar Samsuri kepada wartawan belum lama ini.
Menurut Samsuri, ada sekitar 37 perguruan tinggi di dari 443 perguruan tinggi di Jabar yang harus dilakukan pembinaan. Hingga akhirnya, diputuskan 5 perguruan tinggi dicabut izin operasionalnya.
"Intensif sekitar 37 PT dan benar wilayah 4 akhir 2022 sampai awal 2023 ini ada 5 PT yang sudah dicabut operasional oleh kementerian," katanya.
Kemudian, kata Samsuri, sebanyak lima perguruan tinggi di Jabar yang dicabut izin operasionalnya ada di wilayah Bandung, Tasikmalaya, Bekasi hingga Bogor. Dia memastikan lima perguruan tinggi ini sudah dicabut oleh Kemendikbudristek.
"Di mana saja, tentu di wilayah Jabar di Tasikmalaya, Bandung dan wilayah Bekasi, Bogor," katanya.
Untuk diketahui, Direktur Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Lukman menyatakan, ada 23 perguruan tinggi yang dicabut izin operasionalnya karena tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi.
Perguruan tinggi itu juga diketahui melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).