REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut yang selama dua dekade disetop. Kebijakan ekspor pasir laut ini tertuang dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Hal itu tertuang dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023, ayat (1) yang berbunyi, "Hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan berupa, pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur."
Adapun ayat (2) berisi tentang pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk: reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan/atau, ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam beleid yang diteken, Jokowi di Jakarta pada 15 Mei 2023, pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor harus mempunyai izin pemanfaatan pasir laut. Sehingga, penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menerbitkan urusan bidang mineral dan batu bara.
Salah satu pihak yang dinilai memperoleh keuntungan dari kebijakan ekspor ini adalah Singapura yang memiliki sejumlah proyek perluasan lahan atau reklamasi. Sebelum ada larangan, Indonesia adalah pemasok terbesar pasir laut untuk kebutuhan reklamasi di Singapura. Ekspor pasir laut dari Indonesia ke Singapura mencapai rata-rata 53 juta ton per tahun dalam periode 1997 hingga 2002.
Berdasarkan laporan PBB pada 2019, Singapura merupakan importir terbesar pasir laut di dunia. Dalam dua dekade, Singapura telah mengimpor 517 juta ton pasir laut dari tetangga. Kemudian, Malaysia mengikuti jejak Indonesia melarang ekspor pasir laut pada 2019. Saat itu, Malaysia menjadi pemasok utama pasir laut bagi Singapura.
Menurut Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ekspor pasir laut bermanfaat bagi Indonesia. Hal itu dapat memberikan hal positif untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah, dan sebagainya. Ia melanjutkan, pemerintah kini sedang melakukan pendalaman alur agar laut di Tanah Air tidak semakin dangkal.
"Itu untuk kesehatan laut juga. Sekarang proyek yang satu besar ini Rempang (Batam). Rempang itu yang mau direklamasi supaya bisa digunakan untuk industri besar solar panel," ujar dia.
Namun, menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Boy Jerry Even Sembiring kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo bertentangan dengan komitmen terhadap perlindungan ekosistem laut, wilayah pesisir, dan pulau kecil. Walhi Riau menilai kebijakan ini akan memperparah ancaman terhadap keselamatan lingkungan dan rakyat yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil.
"Dalam konteks perubahan iklim jelas, ancaman naiknya kenaikan permukaan air laut akan diperparah ancaman abrasi dan intrusi dari aktivitas ekstraktif ini," kata Boy kepada Republika, Rabu (31/5/2023).
Walhi Riau menyoroti kebijakan ini turut berdampak terhadap kedaulatan negara. WALHI Riau meyakini kebijakan ini memperlihatkan negara abai pada konteks batas negara yang akan berkurang apabila bibir pantai pulau terluar tergerus. "Ini karena kebijakan tambang pasir," ujar Boy.
Hubungan dengan Singapura
Larangan ekspor pasir laut dari Indonesia telah menjadi bahan negosiasi antara Indonesia dan Singapura. Pada 2007, Singapura menuding Indonesia menggunakan kebijakan itu untuk menekan pemerintahnya dalam negosiasi perjanjian ekstradisi dan penetapan perbatasan.