Rabu 31 May 2023 09:55 WIB

Denny Indrayana: Cawe-Cawe Presiden dan Siasat PK Moeldoko

Saatnya Jokowi dihentikan cawe-cawe yang melanggar konstitusi.

Denny Indrayana.
Foto: Republika.co.id
Denny Indrayana.

Oleh: Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D, Guru Besar Hukum Tata Negara, Senior Partner INTEGRITY Lawfirm Registered Lawyer di Indonesia dan Australia

Akhirnya, Presiden Jokowi terus terang mengakui. Beliau cawe-cawe, tidak akan netral, dalam Pilpres 2024. Bagaimana memahaminya? 

Presiden Jokowi seharusnya tidak berpihak. Dalam Pilpres 2024, peran beliau adalah wasit. Kompetisi harus dibiarkan berjalan adil buat semua kesebelasan. Tidak boleh wasit mendukung tim Prabowo-Pranowo, sambil berusaha mendiskualifikasi tim Anies Baswedan. Presiden yang tidak netral, melanggar amanat konstitusi untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil.

Cawe-cawe Presiden Jokowi yang nyata adalah saat membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ”mencopet” Partai Demokrat. Saya meminjam istilah ”copet” dari Romahurmuziy PPP. 

Saya berpendapat, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo kepala stafnya sendiri. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju. Kalau ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah, melainkan wajar memecat Moeldoko. 

Jokowi tidak bisa mengatakan ”pencopetan” partai sebagai hak politik Moeldoko. Mencopet partai yang sah adalah kejahatan.

Apalagi, ada informasi, konon PK Moeldoko sudah diatur siasat menangnya. Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA. 

Tulisan selengkapnya lihat halaman berikutnya -

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement