Selasa 30 May 2023 23:17 WIB

Doli Kurnia: Kami Yakin Hakim MK Masih Berpikir Jernih dan Punya Hati Nurani

Ketua Komisi II Doli Kurnia harap hakim MK bisa berpikir jernih dan punya hati nurani

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Ketua Komisi II Doli Kurnia harap hakim MK bisa berpikir jernih dan punya hati nurani
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Ketua Komisi II Doli Kurnia harap hakim MK bisa berpikir jernih dan punya hati nurani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengkritisi jika Mahkamah Konstitusi (MK) benar akan mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka. Jika gugatan tersebut dikabulkan, ada potensi bahwa pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan menerapkan sistem proporsional tertutup.

Karenanya, ia berharap sembilan hakim MK objektif jelang putusan yang kabarnya akan dilakukan pada 31 Mei 2023. Apalagi masyarakat dan delapan fraksi di DPR sudah menyatakan penolakannya terhadap sistem proporsional tertutup.

Baca Juga

"Kami sebetulnya ya masih sangat berharap sembilan hakim MK itu, ini belum ada keputusan, proses persidangan masih berjalan, dan kami yakin hakim MK itu masih berpikir jernih, punya hati nurani, dan berpikir objektif melihat seperti yang saya katakan itu dalam pengambilan keputusan," ujar Doli di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Jika Pemilu 2024 tiba-tiba menerapkan sistem proporsional tertutup, hal tersebut akan berimplikasi kepada banyak hal terkait perundang-undangannya. Bahkan, akan berdampak langsung pada pelaksanaan kontestasi itu sendiri.

"Kalau tidak diubah, apakah akan diubah dengan revisi undang-undang lagi atau dengan perppu. Jadi menurut saya implikasinya panjang dan sangat berisiko terhadap keberadaan pemilu itu," ujar Doli di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Ia menjelaskan, perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup tak hanya berimplikasi pada satu atau dua pasal saja. Jika benar berubah, sistem proporsional akan berdampak pada setidaknya 20 pasal di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Kalau tiba-tiba itu dihentikan, ini (sistem proporsional) tertutup ini kan tidak ada, jadi bubar jalan ini. Bayangkan mereka (bakal caleg) yang sudah ikut, mengurus SKCK, ngurus pengadilan, terus kesehatan, dan tiba-tiba apa yang mereka kerjakan itu tidak ada artinya, itu kan juga akan menimbulkan implikasi," ujar Doli.

"Jadi kalau memang tiba-tiba tertutup kita punya hanya waktu delapan atau tujuh bulan kalau diputus cepat nih untuk sosialisasi, mengubah mindset mereka dari terbuka menjadi tertutup. Itu juga akan berimplikasi, setidaknya nanti bisa mengganggu terhadap kredibilitas," sambungnya.

Mantan menteri hukum dan HAM Denny Indrayana mengeklaim telah mendapatkan bocoran putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI enggan berspekulasi tentang pelaksanaan Pemilu 2024 berdasarkan informasi tak resmi tersebut.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya mengikuti pemberitaan media massa bahwa Denny membocorkan putusan MK atas gugatan uji materi sistem proporsional terbuka. Kendati begitu, kata dia, KPU tidak akan berpegang pada informasi dari Denny tersebut karena tidak diketahui kebenarannya.

"KPU pegangannya nanti kalau sudah ada putusan MK dibacakan karena dari situlah kita mengetahui yang benar. Kalau yang sekarang ini (bocoran Denny), wallahualam, kita tidak tahu," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement