REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid berharap agar putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang akan dibacakan besok pada Selasa (7/11) dapat menyelamatkan marwah kehidupan berkonstitusi.
Dia juga berharap putusan MKMK itu dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan pengawal pelaksanaan konstitusi.
"Usai putusan MK itu, saya mendengar dan membaca banyak sekali keluhan dari berbagai komponen masyarakat yang cinta Konstitusi dan Reformasi, sehingga berdampak pada munculnya ketidakpercayaan yang meluas terhadap MK," ujar HNW dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/11/2023).
Dia menilai kepercayaan masyarakat terhadap konstitusi dan lembaga MK selaku pengawal konstitusi sangat menurun pasca-Putusan MK Nomor 90/PPU/XXI/2023 yang mengabulkan uji materi terkait usia calon wakil presiden (cawapres).
Hal itu menurut dia sangat menyedihkan karena MK justru didirikan di era Reformasi sebagai lembaga peradilan yang kredibel untuk melaksanakan konstitusi dan mewujudkan cita-cita reformasi.
"Cita-cita reformasi itu antara lain untuk penegakan hukum dengan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), bukan untuk malah membuka lebar pintu kembalinya nepotisme akibat dari dikabulkan-nya uji materiil soal dimudakannya usia cawapres," ujarnya.
Dia mengingatkan bahwa masyarakat memantau proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik yang diperiksa oleh MKMK. Dalam sidang MKMK itu menurut dia, banyak fakta-fakta persidangan kode etik yang terungkap oleh para pelapor dan proses pemeriksaan di sidang.
Dia mengatakan beberapa fakta yang terungkap seperti, pertama, ada 21 aduan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK dimana seluruh hakim MK dilaporkan, dengan Ketua MK Anwar Usman yang memperoleh laporan terbanyak.
Kedua, hampir semua pelapor ingin membatalkan putusan terkait syarat usia cawapres; ketiga, banyak hakim MK terlihat sedih saat pemeriksaan, bahkan salah satu hakim MK yakni Enny Nurbaningsih menangis saat diperiksa.
Keempat, ada dugaan kuat Ketua MK Anwar Usman berbohong kala tidak ikut rapat permusyawaratan hakim (RPH). Kelima, adanya fakta baru bahwa dokumen permohonan perbaikan uji materi usia cawapres yang akhirnya dikabulkan MK itu, ternyata tidak ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya.
Menurut dia, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie juga sudah menyampaikan secara terbuka kepada publik bahwa memang ada permasalahan di internal MK.
Karena itu dia menegaskan bahwa sewajarnya MKMK harus berani dengan tegas membuat putusan yang adil hingga penjatuhan sanksi kepada hakim konstitusi yang telah terbukti melakukan pelanggaran etika maupun aturan berdasarkan fakta persidangan yang disampaikan Ketua MKMK.
"Jangan sampai putusan MKMK nanti malah dinilai publik sudah 'masuk angin' yang akan membuat publik semakin tidak percaya dengan hukum dan lembaga penegakan hukum, dengan segala dampak lanjutan-nya, termasuk ketika MK kelak akan menangani sengketa hasil pemilihan legislatif dan pemilihan presiden," ujarnya.
Karena itu menurut dia, sudah selayaknya segala yang bermasalah di MK harus segera dikoreksi untuk menyelamatkan cita-cita reformasi yaitu menolak korupsi dan nepotisme.