REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu final dan mengikat. Termasuk putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang membuat Gibran Rakabuming Raka dapat maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Putusan tersebut juga tak bisa dibatalkan, meskipun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua MK Anwar Usman melanggar kode etik. Sebab sekali lagi, putusan tersebut sudah bersifat final dan mengikat.
"Kalau yang lainnya misalnya mempersoalkan lagi open legal policy, soal perkara pernah didaftar, dicabut, dibatalkan pencabutannya itu kan masuk dalam materi perkara. Dalam hukum ada istilah, akhir dari perdebatan hukum adalah putusan," ujar Habiburokhman di Hotel Sahid, Jakarta, Ahad (5/11/2023).
"Jadi kalau sudah diputus sudah tidak ada debat lagi dan setiap yang diputus pengadilan harus dianggap benar. Itu hal mendasar prinsip mendasar dalam bidang hukum," sambungnya menegaskan.
Di samping itu, ia sendiri yakin Anwar Usman tak melanggar kode etik dalam memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meskipun publik menilai ada konflik kepentingan, mengingat Ketua MK itu merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran.
Sebab, ia mengungkit hakim konstitusi Saldi Isra yang menguji Pasal 80 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Gugatan tersebut berkaitan dengan usia pensiun hakim konstitusi dari 65 tahun menjadi 70 tahun.
Padahal hal tersebut bisa saja menjadi persoalan dan melanggar asas nemo judex in causa sua atau tidak boleh ada yang menjadi hakim untuk perkaranya sendiri. Tegasnya, hakim konstitusi tidak boleh mengadili gugatan yang memiliki kepentingan terkait kepentingan langsung maupun tidak langsung.
"Jadi kalau nanti Anwar Usman dipermasalahkan conflict of interest, Saldi isra harusnya dipersoalkan lebih parah. Kalau Anwar Usman cuma terkait dengan ponakan dari istrinya, Saldi Isra juga harusnya dipersoalkan," ujar Habiburokhman.
"Mahkamah Konstitusi mengadili perkara tentang Mahkamah Konstitusi sendiri, apakah conflict of interest?" sambungnya bertanya.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie sudah menghimpun banyak keterangan dari kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK. Dia menyatakan, kasus laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, khususnya Anwar Usman, tak sulit dibuktikan.
MKMK menuntaskan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor pada Jumat (3/11/2023). Jimly memandang keterangan yang didapat tiga anggota MKMK sudah memadai.
"Semua bukti sudah lengkap, baik keterangan ahli, saksi. Sebenarnya kalau ahli, para pelapornya ahli semua. Ya kan, lagi pula ini kasus tidak sulit membuktikannya," kata Jimly kepada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/11/2023).