REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri belum dapat menentukan tahap lanjutan dari proses penyelidikan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan mantan anggota DPR Bukhori Yusuf (BY) terhadap isteri keduanya inisial M. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan lanjutan untuk menentukan ke tahap penyidikan.
Ramadhan mengatakan, tim penyidikan Subdit V PPA Dirtipidum Bareskrim Polri masih meneliti kasus dugaan kekerasan tersebut. Akan tetapi masih mengacu pada berkas perkara limpahan Polrestabes Bandung, Jawa Barat (Jabar) terkait penjeratan sangkaan Pasal 352 KUH Pidana. Sangkaan tersebut, menyangkut tentang tindak pidana penganiayaan ringan.
“Gelar perkara kasus dugaan KDRT yang dilakukan oleh terlapor oknum anggota DPR (BY) dan pelapor inisial M, sudah dilakukan gelar perkara awal. Dan saat ini masih diteruskan dengan penyelidikan lanjutan,” ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Dikatakan Ramadhan, permintaan sejumlah keterangan dari beberapa pihak sudah dilakukan pada Kamis (25/5/2023) pekan lalu. “Dan terkait kasus ini, dugaannya sementara ini, adalah masih terkait dengan tindak pidana penganiayaan ringan, sesuai dengan Pasal 352 KUH Pidana,” ujar dia.
Akan tetapi tim pendamping hukum korban M, menegaskan penyelidikan sangkaan Pasal 352 KUH Pidana oleh kepolisian tersebut tak tepat. Pengacara Srimiguna menerangkan, dugaan perbuatan yang dilakukan oleh BY terhadap M, adalah KDRT yang merupakan penganiyaan berat. Bahkan diduga, korban M mengalami kekerasan seksual.
Dalam siaran pers yang disampaikan tim pendamping hukum korban M, Senin (29/5/2023) Srimiguna menjelaskan, KDRT yang diduga dilakukan BY terjadi sepanjang Maret sampai November 2022. Kekerasan tersebut dilakukan dengan beragam bentuk. Dari kekerasan fisik dan verbal, sampai pada intimidasi secara psikologis.
“Diduga BY sering menghina fisik dan membandingkan korban M dengan perempuan lain. Bahkan kerap memaksa korban M melakukan hubungan seksual yang tak wajar, hingga membuat korban mengalami sakit dan pendarahan. Dan dari salah satu barang bukti diketahui BY mengaku melakukan hubungan seksual meski korban M telah mengalami pendarahan,” kata Srimiguna.
Dalam hal KDRT, dikatakan Srimiguna, BY diduga melakukan serangkaian kekerasan fisik, bahkan penganiayaan. "Selama berumah tangga kurun waktu 2022, BY kerap melakukan dugaan KDRT diantaranya dengan menonjok berkali-kali ke tubuh korban dengan tangan kosong, menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil. Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan BY melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur. Dan membekap wajah korban dengan bantal hingga Korban kesulitan bernafas," ujar Srimiguna.
Srimiguna mengatakan, pelaporan KDRT yang diajukan korban M sudah dilakukan sejak November 2022 di Polrestabes Bandung. Akan tetapi kasus tersebut mangkrak lebih dari tujuh bulan tanpa penanganan hukum.
Sejak Januari 2023, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan hak perlindungan, dan proteksi melekat 24 jam terhadap korban M. Pada Senin (22/5/2023), tim pendamping hukum melakukan pelaporan kasus tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Akan tetapi MKD batal melakukan pemeriksaan, dan sidang, lantaran PKS, partai BY berkarier politik melakukan pergantian. BY, pun mengundurkan diri dari keanggotaan di DPR.