Kamis 25 May 2023 21:44 WIB

P2G Khawatir Sebutan Marketplace Degradasi Guru Jadi Sekadar Barang Jualan

P2G yakin marketplace dibentuk untuk pangkas alur birokrasi seleksi guru.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merasa khawatir penggunaan diksi marketplace dapat mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru dinilai menjadi semakin tidak terhormat.
Foto: riga nurul iman
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merasa khawatir penggunaan diksi marketplace dapat mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru dinilai menjadi semakin tidak terhormat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merasa khawatir penggunaan diksi marketplace dapat mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru dinilai menjadi makin tidak terhormat.

“Kami khawatir penggunaan kata marketplace mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Kedudukan guru makin tidak terhormat,” ujar Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri kepada Republika, Kamis (25/5/2023).

Masih terkait pembentukan marketplace alias lokapasar guru, P2G berbaik sangka platform tersebut dibentuk sebagai upaya pemangkasan alur birokrasi seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, alur birokrasi yang ada saat ini membuat lulusan nilai ambang batas P1 nasibnya terlunta-lunta.

“Kami berhusnuzan, marketplace yang dimaksud adalah upaya Pak Menteri memangkas alur birokrasi yang kini membuat lulusan passing grade P1 terlunta-lunta nasibnya,” kata dia.

Iman juga mengatakan, dengan pembentukan lokapasar tersebut, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) semakin platform oriented. Dia khawatir solusi setiap persoalan kebijakan pendidikan yang berupa aplikasi tambahan justru tak menyelesaikan persoalan.

"Tidak semua persoalan rekrutmen guru selesai dengan platform tambahan. Lagipula seringkali guru-guru mengeluhkan aplikasi berkaitan rekruitmen PPPK. Seperti respon yang lambat, sulit login dan seterusnya,” ujar Iman.

Mendikbudristek, kata Iman, semestinya mempertimbangkan fakta di lapangan bahwa para guru sudah sangat pusing dengan aplikasi yang begitu banyak. Di mana, mereka harus menggunakan banyak aplikasi mulai dari keperluan soal mengajar hingga sekadar melaporkan pembelajaran.

“Para guru sudah sangat pusing atau overcapacity dengan aplikasi yang begitu banyak dari soal mengajar bahkan sekadar melaporkan pembelajaran,” ujar Iman.

Dia menambahkan, memasuki tahun politik sebaiknya Kemendikbudristek segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan PPPK dan seberapa efektif platform yang sudah digunakan. Setidaknya, kata dia, bahan evaluasi itu bisa menjadi pertimbangan yang baik bagi pemerintahan yang baru.

“Dengan ini Pak Menteri akan mewariskan praktik baik kebijakan yang bisa diteruskan,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement