Kamis 25 May 2023 17:18 WIB

Benny K Harman: Bagaimana Bisa MK Ubah Periode Masa Jabatan Pimpinan KPK?

Legislator Benny K Harman mempertanyakan MK yang bisa ubah masa jabatan pimpinan KPK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman. Legislator Benny K Harman mempertanyakan MK bisa ubah masa jabatan pimpinan KPK.
Foto: DPR RI
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman. Legislator Benny K Harman mempertanyakan MK bisa ubah masa jabatan pimpinan KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, mengkritisi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Ia mempertanyakan kewenangan MK yang mengubah masa jabatan tersebut.

"Apa betul MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun ke lima tahun? Dari mana sumber kewenangan MK mengubah periode masa jabatan pimpinan KPK ini," ujar Benny lewat keterangannya, Kamis (25/5/2023).

Baca Juga

Padahal, DPR lewat Komisi III yang menyusun dan membuat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebelum adanya putusan MK tersebut, dalam Pasal 34 UU KPK dijelaskan bahwa pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

"Itu kewenangan mutlak pembentuk UU. Tertib konstitusi menjadi rusak akibat MK ikut bermain politik. Hancur negeri ini," ujar Benny.

 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Dengan putusan ini, jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023).

Hakim MK M Guntur Hamzah setuju masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia, seperti Komnas HAM, KY, KPU, yaitu lima tahun.

MK berpendapat pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance, telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang diyakini MK bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

"Oleh karena itu, menurut mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance, yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan, dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement