REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menyoroti kasus korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang menjerat menterinya sendiri, Johnny G Plate.
Herry menilai, kasus ini tak hanya mengandung aspek hukum tindak pidana korupsi, melainkan juga unsur politik. Momentum penangkapan Johnny berdekatan jelang pesta Demokrasi lima tahunan.
"Bertepatan dengan tahun politik juga asumsi lain dari kasus ini patut diduga bermuatan politis," kata Herry dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (18/5/2023).
Herry memandang posisi Johnny G Plate pada kasus BTS sebagai Menkominfo dan juga Sekjen Parpol Nasdem dapat berkorelasi dengan konstelasi politik jelang Pemilu 2024. Apalagi NasDem memilih opsi berseberangan dengan kubu Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2024.
"Korelasi jabatannya Johnny baik di pemerintahan dan juga partai memiliki kecenderungan bahwa kasus ini tak bisa lepas dari unsur politik, seperti diketahui saat ini Nasdem sedang tidak dalam satu koalisi dengan parpol pendukung Jokowi hari ini," ujar Herry.
Selain itu, Herry menduga kasus ini merupakan bagian dari upaya melakukan reshuffle kabinet, khususnya para Menteri dari Nasdem. Menteri dari NasDem yang duduk di kabinet Jokowi yakni Johnny G. Plate, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
"Karena tak terlihat peluang, maka dugaan saya bahwa kader Nasdem ingin di-reshuffle salah satunya dengan cara ini," ujar Herry.
Lebih lanjut, Herry mengingatkan agar penegak hukum tetap profesional, mengedepankan netralitas dan merdeka dari intervensi apapun termasuk dari kekuasaan saat ini. Dengan demikian, proses hukum terhadap Johnny dapat berjalan maksimal.
"Maka dari itu, penegak hukum idealnya profesional, netral dan tidak terpengaruh oleh intervensi dalam bentuk apapun termasuk adanya indikasi intervesi kekuasaan rezim Jokowi," ujar Herry.
Di sisi lain, Herry menyayangkan perilaku koruptif para pejabat yang sebenarnya tidak disertai upaya KPK untuk mencegahnya. Ia menduga kasus semacam ini mestinya dicegah sebelum merugikan negara.
"Ini kasus berlangsung dari tahun 2020-2022, jadi seharusnya KPK bersama penegak hukum lainnya mampu melihat indikasi ke arah korupsi maka dilakukanlah pencegahan, saya rasa tidak akan jadi seperti ini," katanya.
Sebelum, penyidik berkali-kali menyebut peran Menkominfo Johnny Plate dalam kasus ini adalah sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA). Johnny Plate adalah KPA kementerian yang menginisiasi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI 2020-2022.
Proyek nasional tersebut penganggarannya disetujui tahun jamak 2020 sampai dengan 2025, senilai Rp 10 triliun. Proyek tersebut, adalah program skala nasional untuk misi pemerataan jaringan komunikasi dan internet melalui pembangunan puluhan ribu tower BTS 4G di seluruh wilayah Indonesia.
Selain Johnny, tim penyidikan di Jampidsus sudah menetapkan lima tersangka awalan dalam kasus ini sejak Januari 2023. Kelima tersangka itu, adalah Anang Achmad Latief (AAL) yang ditetapkan tersangka selaku Dirut BAKTI Kemenkominfo. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) ditetapkan tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika Indonesia.
Yohan Suryanto (YS) yang ditetapkan tersangka selaku tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV-UI). Mukti Alie (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment. Dan Irwan Heryawan (IH) ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Para tersangka itu, untuk sementara dijerat dengan sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3, juga Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31/1999-20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Penyidik juga menjerat khusus tiga tersangka, yakni AAL, GMS, dan IH dengan sangkaan Pasal 3, dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).