Senin 08 May 2023 16:09 WIB

Polri & Polisi Filipina Bongkar Sindikat Scamming Internasional

Pelaku kejahatan scamming ini mencapai seribu orang.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi kejahatan scamming yang diungkap Polri dan Polisi Filipina
Foto: Mabes Polri
Ilustrasi kejahatan scamming yang diungkap Polri dan Polisi Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bersama Philipine National Police (PNP) bekerja sama membongkar jaringan scamming internasional terbesar di Filipina. Dari hasil pengungkapan, setidaknya ada sekitar seribu pelaku dari berbagai negara termasuk Indonesia.

"Atase Polri bekerja sama dengan Kepolisian Philipina membongkar jaringan scamming internasional di sana. Dari hasil pengungkapan Kepolisian di sana, ditemukan pelaku dan pekerja sekitar seribu lebih yang melakukan kejahatan scamming," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/5/2023).

Baca Juga

Sandi menuturkan, ribuan pelaku tersebut berasal dari berbagai negara mulai dari China, Filipina hingga Indonesia. Diantara ribuan yang diamankan, ada sebanyak 154 Warga Negara Indonesia (WNI).

"Dari 154 orang WNI tersebut, 9 orang jadi saksi dan 2 sebagai tersangka. Sisanya masih terindikasi korban. Namun penyelidikan masih berkembang," kata Sandi.

Untuk 2 orang WNI yang jadi tersangka, Sandi menuturkan akan diproses sesuai hukum di Filipina. Polri saat ini masih berkoordinasi dengan kepolisian setempat.

"Dittipidum Bareskrim Polri akan mengirimkan tim penyidik ke Manila dalam waktu dekat guna melakukan penyelidikan bersama kepolisian setempat. Untuk pemulangan para pelaku lainnya dikoordinasikan oleh Kemenlu," katanya.

Keterlibatan WNI

Sebelumnya, Sebanyak 155 warga negara Indonesia (WNI) ditangkap kepolisian di Filipina. Penangkapan tersebut terkait dengan pengungkapan kasus scaming atau penipuan online. Pengugkapan tersebut kerjasama antara Polri dengan Kepolisian Filipina (PNP) di Manila. Dari pengungkapan tersebut, seribu orang pelaku penipuan daring dari berbagai negara ditangkap. Dua WNI menjadi tersangka.

Kepal Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho menerangkan, dari penangkapan ribuan pelaku penipuan daring itu, selain dari Indonesia, juga ada ang dari Cina, juga warga Filipina. “Dari ribuan yang ditangkap itu, 154 orang adalah WNI. Sembilan diantara dijadikan saksi, dan dua ditetapkan tersangka,” ujar Sandi dalam dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Kata Irjen Sandi, sisa dari 154 WNI yang tertagkap tersebut, dikatakan masih dalam penyelidikan dan berstatus sebagai korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang. “Penyelidikan masih dilakukan dan akan terus berkembang terhadap WNI-WNI lainnya yang diduga sebagai korban dari TPPO,” begitu terang Irjen Sandi. Dikatakan, pengungkapan kartel penipuan orang yang dilakukan antara Polri dan PNP ini merupakan kasus terbesar. 

Irjen Sandi menerangkan, terhadap dua WNI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, saat ini masih dalam penguasaan kepolisian di Manila. Kata Irjen Sandi, adapun terhadap WNI lainnya, Polri masih berkordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk melakukan pendampingan hukum. Dari penyelidikan lanjutan, dikatakan Irjen Sandi, WNI yang ditengarai sebagai korban TPPO, diupayakan untuk dapat dipulangkan ke Indonesia. “Dittipidum Bareskrim Polri bersama Kemenlu mengirimkan tim ke Manila untuk melakukan penyelidikan bersama PNP untuk dapat memulangkan ke Indonesia,” begitu ujar Irjen Sandi.

Kasus scaming online belakangan ini marak di Indonesia, dan di kawasan Asia Tenggara. Jenis kejahatan ini merupakan bagian dari kertel internasional terkait perdagangan orang (TPPO). Banyak korbannya adalah WNI yang direkrut melalui informasi lowongan kerja di internet. Perusahaan-perusahaan yang melakukan perekrutan tersebut mengiming-imingi upah tinggi dengan jenis pekerjaan sebagai administrasi perkantoran, dan perjudian. Akan tetapi, saat dipekerjakan, orang-orang yang direkrut tersebut dipekerjakan untuk melakukan penipuan online.

Tak jarang para korban TPPO berkedok perekrutan kerja tersebut berujung pada penyiksaan setelah tiba di negara tempat perusahaan perekrut. Baru-baru ini, sebanyak 20 WNI menjadi korban salahsatu praktik TPPO yang terjadi di Asia Tenggara. Para WNI tersebut semula dipekerjakan di Thailand. Akan tetapi setibanya di Bangkok, para pekerja Indonesia itu kembali dikirim ke Myanmar untuk jenis pekerjaan penipuan online, prostitusi, dan rumah-rumah perjudian. Sebanyak 20 WNI tersebut sempat tertahan di wilayah pemberontak Karen di Myawaddy. Akan tetapi dari negosiasi dengan perusahaan, akhir pekan lalu, Indonesia berhasil memulangkan 20 WNI tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement