Jumat 05 May 2023 17:20 WIB

Polisi: Anak Usia 14 dan 15 Tahun Jadi Korban Prostitusi Online di Bogor

Pelaku merekrut anak usia 14 dan 15 tahun ikut prostitusi lewat media Facebook

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Prostitusi online (ilustrasi). Dalam waktu satu pekan, Polresta Bogor Kota mengungkap tindak prostitusi bermodus aplikasi daring di tiga tempat berbeda. Sebagian wanita yang menjadi korban dalam tindak prostitusi ini merupakan anak di bawah umur.
Foto: Republika/Mardiah
Prostitusi online (ilustrasi). Dalam waktu satu pekan, Polresta Bogor Kota mengungkap tindak prostitusi bermodus aplikasi daring di tiga tempat berbeda. Sebagian wanita yang menjadi korban dalam tindak prostitusi ini merupakan anak di bawah umur.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dalam waktu satu pekan, Polresta Bogor Kota mengungkap tindak prostitusi bermodus aplikasi daring di tiga tempat berbeda. Sebagian wanita yang menjadi korban dalam tindak prostitusi ini merupakan anak di bawah umur.

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, mengungkapkan tiga tempat kejadian perkara (TKP) yang menjadi tempat terjadinya prostitusi ialah sebuah Reddorz Air Mancur di Kecamatan Bogor Tengah, Apartemen Bogor Valley di Kecamatan Tanah Sareal, dan sebuah indekos di Kecamatan Bogor Timur. Polisi mendapatkan informasi adanya tindak prostitusi dari masyarakat secara langsung kepada Polresta Bogor Kota.

“Korbannya, wanita yang diperdagangkan adalah anak di bawah umur berusia di bawah 18 tahun. Ini ironis,” kata Bismo kepada awak media di Mako Polresta Bogor Kota, Jumat (5/5/2023).

Lebih lanjut, Bismo menjelaskan, para pelaku atau muncikari yang terlibat dalam tindak prostitusi ini merekrut korban melalui media sosial Facebook. Awalnya, mereka melakukan komunikasi, membujuk rayu, hingga meyakinkan para korban untuk bekerja dengan para pelaku.

Misalnya, kata Bismo, korban ditawari gaji Rp 3 juta per pekan, atau Rp 2,8 juta per bulan. Setelah korban berhasil ditarik perhatiannya, para wanita di bawah umur tersebut diperdagangkan, dieksploitasi secara seksual dan ekonominya.

Bismo menyebutkan, rata-rata korban diberi uang Rp 300 ribu setiap kali melayani pria hidung belang. Namun, korban harus berbagi keuntungan dengan para pelaku sebesar Rp 50 ribu setiap pertemuan.

“Ini tentunya ironis. Dari pemeriksaan yang kita lakukan, anak di bawah umur ini pergi dari rumahnya tanpa izin orang tuanya. Ada yang dari Ahad sampai Jumat, bertemu dengan pelaku, diperdagangkan, dan sebagainya,” ujar Bismo.

Selain menangkap para pelaku, kata Bismo, polisi juga menyita sejumlah barang bukti yang ada di TKP. Seperti pakaian yang dikenakan korban, alat komunikasi, uang hasil transaksi, hingga alat kontrasepsi.

Selain itu, kata Bismo, yang membuat miris ialah anak-anak di bawah umur ini seharusnya masih di bawah pengawasan orang tua. Oleh karena itu, menurut dia, para orangtua harus bisa mengawasi anak-anak dari segi pergaulan, media sosial, dan siapa teman bermainnya.

Oleh karena itu, Bismo mengaku akan memerangi tindak prostitusi daring bersama instansi terkait. Di antaranya dengan melakukan operasi gabungan di tempat yang ditengarai ada praktik prostitusi daring.

“Karena korban ada yang umurnya 14-15 tahun. Ini menjadi tugas kita bersama untuk konsisten melindungi generasi anak-anak kita,” tegasnya.

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan UU perlindungan anak Pasal 76 jc 83 UU RI 35/2014 tentang perubahan atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perindungan anak. Pelaku diancam dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement