Kamis 27 Apr 2023 21:24 WIB

IDAI: Cuaca Ekstrem Sebabkan Anak Mudah Dehidrasi Hingga Mimisan

Kurangi paparan UV sinar matahari secara langsung.

Warga beraktivitas saat cuaca terik di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (24/4/2023). Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), memastikan Indonesia tidak mengalami gelombang panas seperti yang terjadi di Thailand dengan suhu mencapai 44,6 derajat dan Bangladesh mencapai 51.2 derajat. Sementara suhu tertinggi di Indonesia mencapai 36-37 derajat celcius seperti yang pernag terjadi di Ciputat pada 17 April 2023 lalu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas saat cuaca terik di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (24/4/2023). Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), memastikan Indonesia tidak mengalami gelombang panas seperti yang terjadi di Thailand dengan suhu mencapai 44,6 derajat dan Bangladesh mencapai 51.2 derajat. Sementara suhu tertinggi di Indonesia mencapai 36-37 derajat celcius seperti yang pernag terjadi di Ciputat pada 17 April 2023 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan cuaca ekstrem dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan anak karena mampu menyebabkan anak mudah terkena dehidrasi hingga mengalami mimisan.

"Yang penting saat cuaca ekstrem ini, saat panas-panasnya, kurangi paparan UV sinar matahari secara langsung," kata Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI Himawan Aulia Rahman dalam Media Brief Virtual Penyakit Pada Anak Pascamudik yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (27/4/2023).

Baca Juga

Himawan menuturkan dehidrasi pada anak bisa terjadi akibat suhu tinggi yang berada di luar ruangan. Biasanya, dehidrasi terjadi pada anak yang kebutuhan cairan dalam tubuhnya tidak tercukupi, sehingga mengalami sejumlah gejala seperti mulut menjadi kering, anak kehausan, buang air kecil berwarna pekat dan intensitas buang air kecil jarang.

Selain itu, apabila anak mengalami dehidrasi berat, biasanya diikuti dengan demam, gejala lemas hingga lemas sekali, terjadi penurunan kesadaran dan kehilangan respon atau pingsan. Ketika hal ini terjadi, orang tua diharapkan segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diperiksa.

"Jika anak itu ada gejala lain seperti muntah atau diare itu bisa menyebabkan dehidrasi bertambah berat. Jadi dehidrasi harus menjadi concern (perhatian) kalau misalnya cuaca sedang panas," ujarnya.

Suhu panas yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, juga bisa mengakibatkan anak mengalami mimisan. Terutama kepada anak-anak yang memang mempunyai jenis pembuluh darah yang tipis di hidungnya.

Himawan mengatakan mimisan dapat terjadi akibat adanya pembuluh darah yang pecah. Bila hal ini menimpa anak, orang tua diharapkan segera menghindarkan anak dari paparan suhu panas. Jika bisa, sebisa mungkin minimalisir anak beraktivitas di luar selama suhu panas masih ada.

Bentuk antisipasi lain yang ia tekankan adalah penuhi kebutuhan cairan tubuh anak dengan mengkonsumsi banyak air mineral atau makanan bergizi yang menunjang imunitas tetap terjaga dengan baik. Terlebih bila anak sedang mengikuti perjalanan kembali ke kota asal pascamudik.

"Jadi dengan minum yang cukup, dengan cara itu bisa untuk mengurangi risiko dehidrasi atau kekurangan cairan pada anak. Jadi tidak perlu sampai ekstrem diberi produk kompres pendingin," katanya.

Kemudian bila terpaksa keluar, usahakan anak sudah dipakaikan tabir surya (sunscreen) terlebih dahulu agar kulit dapat terlindung dari sinar UV yang semakin tinggi ketika siang hari. Menurutnya, tabir surya sudah bisa dioleskan ke bagian tubuh sejak anak berusia kecil sesuai ketentuan yang berlaku.

"Sebenarnya, matahari juga mempunyai hal positif yakni membantu merangsang pembentukan vitamin D pada kulit. Ini perlu, hanya saja tidak perlu terlalu lama (berjemur di bawah sinar matahari)," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement