Senin 17 Apr 2023 16:20 WIB

Nenek Jumirah Disebut tak Jujur, Para Pihak Enggan Bantu Kembalikan Kelebihan Bayar UGK

Pihak penanam 2.000 pohon jati hanya diberi ganti rugi Rp 49 juta oleh Jumirah.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
 Kepala Dusun (Kadus) Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Hartomo (kiri) dan seorang warga, Naryo (tengah), didampingi Kepala Desa (Kades) Kandangan saat memberikan klarifikasi perihal polemik kelebihan bayar ganti rugi WTP tol Yogyakarta-Bawen di kantor Desa Kandangan, Kamis (13/4).
Foto: Dokumen
Kepala Dusun (Kadus) Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Hartomo (kiri) dan seorang warga, Naryo (tengah), didampingi Kepala Desa (Kades) Kandangan saat memberikan klarifikasi perihal polemik kelebihan bayar ganti rugi WTP tol Yogyakarta-Bawen di kantor Desa Kandangan, Kamis (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN--Pengakuan baru terungkap di balik sengkarut uang ganti kerugian (UGK) tanaman jati di eks lahan milik nenek Jumirah (63 tahun) WTP Tol Yogyakarta-Bawen di Dusun Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Salah satu pemilik tanaman jati yang ditanam di eks lahan milik Jumirah, Untung (56) mengaku awalnya tidak tahu menahu terkait dengan persoalan kelebihan bayar UKG yang diterima nenek Jumirah.

Yang diketahuinya, setelah WTP di Desa Kandangan menerima UGK, ia kemudian menerima pembagian UGK tanaman hidup dari pemilik lahan tersebut sebesar Rp 10 juta. Uang yang diterimanya tersebut merupakan ganti kerugian untuk 400 batang pohon jati miliknya yang baru berusia sekitar 1 tahun, di lahan eks milik Jumirah.

Baca Juga

“Setelah informasi UGK tanaman yang diterima Jumirah kelebihan bayar beredar, saya baru tahu jika Jumirah tidak jujur,” tuturnya, saat dikonfirmasi di Balai Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Senin (17/4/2023).

Mestinya, ujar Untung, jika UGK satu batang pohon jati dihitung Rp 400 ribu (sesuai dengan nilai appraisal) seharusnya ia menerima pembagian UGK tanaman jati tersebut sebesar Rp 160 juta dari Jumirah. Namun kenyataannya hanya menerima pembagian Rp 10 juta.

Belakangan, saat UGK tanaman yang diterima Jumirah disebut kelebihan bayar, karena kesalahan appraisal, ia juga diminta Jumirah untuk ikut patungan mengembalikan kelebihan bayar yang total nominalnya Rp 902 juta.

Tentu saja ia keberatan karena hanya diberi Rp 10 juta oleh Jumirah dan jumlah tersebut menurutnya tidak sesuai. Sebab, seharusnya Untung menerima Rp 20 juta jika tanaman jati tersebut dihitung Rp 50 ribu per batang. Tetapi faktanya ia hanya menerima separuhnya.

“Saya kan hanya menerima Rp 10 juta, kalau diminta ikut patungan mengembalikan kelebihan bayar Rp 902 juta, yang enak masih Jumirah,” tegasnya.

Sementara Muslimin (63), salah seorang penggarap lahan mengaku mendapat pembagian UGK Rp 49 juta dari Jumirah. Namun, uang tersebut diberikan tanpa ada rinciannya.

Sebab, ia mengaku sudah menggarap lahan eks milik Jumirah tersebut lima tahun terakhir dengan sistem bagi hasil. Di lahan tersebut ia juga menanam sekitar 2.000 batang pohon, yakni pohon durian 15 batang, pisang 300 batang dan sisanya pohon jati.

Pohon jati baru sekitar satu tahun dan paling tinggi baru mencapai dua meter. “Kalau ukurannya ya memang masih kecil karena baru satu tahun, tetapi untuk semua itu saya hanya menerima Rp 49 juta,” ujarnya.

Kuasa Hukum Kepala Desa (Kades) Kandangan Paryanto, Muhammad Sofyan mengatakan banyak fakta yang kemudian terungkap dari polemik kelebihan bayar yang diterima Jumirah. Sejumlah pihak yang sebelumnya berurusan dengan Jumirah pun mengungkapkan ketidakterbukaan dalam persoalan pembagian UGK tanaman yang ada di lahan yang terkena proyek jalan tol tersebut.

Ia juga mengaku, pernyataan Jumirah yang menyebutkan Kepala Dusun (Kadus) Balekambang melakukan ‘pemalakan’ uang kelebihan bayar UKG tanaman juga tidak benar. “Karena Kadus yang dimaksud mendatangi Jumirah tujuannya untuk membantu menjelaskan duduk persoalan dan mediasi ihwal kelebihan bayar yang harus dikembalikan kepada kas negara,” ujarnya.

Persoalan kelebihan bayar UGK yang diterima WTP Jumirah ini juga telah bergulir ke ranah hukum, setelah upaya tim pembebasan lahan proyek Jalan Tol Yogyakarta-Bawen menujuk kuasa hukum negara dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah. Sementara Jumirah juga sudah melakukan upaya hukum, dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Ungaran dengan pihak tergugat tim appraisal, Kepala Desa Kandangan serta Kepala Dusun Balekambang.

Jumirah sendiri telah menerima uang ganti rugi sebesar Rp 4 miliar pada Desember 2022. Jumirah mengaku diteror dengan kedatangan sejumlah orang yang memintanya mengembalikan uang Rp 1 miliar dengan alasan kelebihan bayar.

Bukan hanya Kepala Dusun Balekambang, kata dia, namun sejumlah orang yang diduga berasal dari pelaksana proyek tol juga mendatangi rumahnya. "Selama bulan Januari, tidak saya beri," katanya.

Menurut dia, tanah sekitar tiga ribu meter persegi yang terkena proyek tol tersebut merupakan tanah waris yang dimiliki bersama keluarganya yang lain. Selama proses jual beli, Jumirah menegaskan sudah sesuai dengan aturan. "Sejak awal 'nurut', tidak pernah protes. Uang sudah habis dibagi-bagikan," katanya.

Jumirah sendiri juga telah mengadukan teror yang dialaminya tersebut ke DPRD Kabupaten Semarang. Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bondan Marutohening menyebut adanya ketidakberesan dalam permasalahan yang dihadapi Jumirah. Ia menilai ada kesalahan yang dilakukan tim penaksir saat melakukan verifikasi tanaman di lahan Jumirah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement