Ahad 16 Apr 2023 22:53 WIB

Forum Sinologi Indonesia Nilai Politisi Beretnis Tionghoa Masih Optimistis Berkontribusi

Menguatnya iklim demokrasi di Indonesia pascareformasi bermanfaat bagi etnis Tionghoa

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Foto: Republika/Prayogi
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto memandang politisi beretnis Tionghoa masih mempunyai optimisme dan semangat untuk berkontribusi dalam politik di Tanah Air. Ia merasa mereka tak menutup mata terhadap politik Tanah Air. 

Johanes menyampaikan hal itu dalam webinar yang mengambil tema 'Tionghoa dan Politik Indonesia: Pandangan dan Harapan'. 

Baca Juga

"Meski Tionghoa adalah salah satu dari 15 kelompok etnik terbesar di negeri ini, mereka menjadi target dari berbagai peraturan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah otoritarian Orde Baru," kata Johanes dalam keterangan yang diterima Republika pada Ahad (16/3/2023). 

Johanes menyebut politisi beretnis Tionghoa mengalami berbagai pengekangan, baik dalam ekspresi identitas maupun budaya. Bahkan mereka sempat didorong untuk mengambil jarak dari partisipasi politik. Hanya saja, Johanes meyakini menguatnya iklim demokrasi di Indonesia pascareformasi bermanfaat bagi etnis Tionghoa di Indonesia.

"Mereka kembali memperoleh hak dan ruang untuk mengekspresikan identitas, budaya, dan meningkatkan partisipasi politik mereka," ujar pakar studi Tiongkok dari Universitas Pelita Harapan itu. 

Johanes merujuk politisi Tionghoa yang meraih jabatan-jabatan politik. Salah satunya adalah Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang memiliki karier mulus dan dianggap sebagai simbol dari penerimaan masyarakat terhadap politikus dengan latar belakang etnik Tionghoa. 

"Di tengah optimisme terhadap makin meningkatnya penerimaan tersebut, resistensi terhadap kepemimpinan BTP justru meningkat, khususnya pada pertengahan hingga akhir 2016," ujar Johanes. 

Johanes menyebut etnisitas BTP sebagai Tionghoa memang diangkat dalam gelombang penolakannya. Muncul kembalinya isu identitas dalam gelombang resistensi terhadap BTP menjelang dan di sepanjang pilkada pada 2017 disebut membawa dampak bagi masyarakat Tionghoa, termasuk para politikus dan pemimpin komunitas Tionghoa.

Berdasarkan pengamatan Johanes, walau sebagian dari para politikus dan tokoh itu memiliki kekecewaan dan kekhawatiran terhadap kembalinya isu etnisitas, mereka tetap memiliki optimisme. Ia meyakini mereka tetap bersedia untuk terus berkontribusi bagi negeri ini lewat jalur politik.

"Ini terlihat dari tak sedikit orang Tionghoa yang turut berpartisipasi dalam pemilihan umum pada 2019 sebagai calon anggota legislatif, baik di pusat maupun daerah," ucap Johanes. 

Sementara itu, ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) cabang Jakarta sekaligus pengurus Yayasan Sosial Candranaya I Wayan Suparmin menyinggung kebebasan dan kesuksesan politik yang dimiliki oleh Etnis Tionghoa pasca lengsernya Soeharto. Ia mengajak supaya etnis Tionghoa bersikap bijak dan waspada karena masih ada riak dan tantangan apalagi menjelang tahun politik 2024. 

"Mari kita menjaga diri agar tidak terlalu bereforia berlebihan," imbau Wayan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement