REPUBLIKA.CO.ID, INTAN JAYA — Tentara Pembebasan Nasional - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB - OPM) bertanggung jawab atas insiden penyerangan dan penembakan pesawat Asian One di Lapangan Udara Beoga, Intan Jaya, di Papua Tengah, Jumat (14/4/2023). Juru Bicara TPNPB - OPM Sebby Sambom mengatakan penembakan itu sengaja dilakukan sebagai reaksi kelompok separatisme bersenjata tersebut, terhadap pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri yang memasok peralatan perang ke wilayah itu.
Sebby mengatakan penyerangan dan penembakan itu dilakukan oleh sayap bersenjata TPNPB-OPM Kodap VIII Intan Jaya yang dipimpin Arodi Kulua dan Lewis Kogoya. “Dalam laporan disampaikan bahwa pesawat tersebut dari luar, masuk ke Beoga membawa peralatan TNI, maka kami menembak. Tembakan pertama pesawat hendak mau kembali. Namun pada penembakan yang bertubi-tubi pesawat tersangka mendarat dengan terpaksa di Bandara Beoga,” begitu kata Sebby dalam siaran pers.
Menurut Sebby, TPNPB-OPM masih terus mengawasi keberadaan pesawat Asian One tersebut di Bandara Beoga. Pasukan kelompok prokemerdekaan Papua itu, pun mengeklaim terus mengawasi pergerakan TNI maupun Polri di kawasan. Menurut dia, jika terbukti ada pergerakan pasukan, dan adanya aktivias penerbangan di kawasan zona perang, Sebby menegaskan, TPNPB-OPM tak akan segan-segan melakukan penembakan.
“Kami (TPNPB - OPM) sudah peringatkan dan sampaikan berkali-kali kepada pemerintah Indonesia, dan dunia internasional. Namun pemerintah Indonesia masih saja kepala batu dengan tetap melakukan penerbangan pesawat masuk di wilayah-wilayah zona perang. Maka kami akan terus menargetkan pesawat maupun pilotnya,” kata Sebby menambahkan.
Dalam penyerangan tersebut, TPNPB-OPM tak melaporkan adanya korban jiwa, ataupun tawanan. Kapendam XVII Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman kepada Republika menyampaikan, dalam beberapa hari terakhir intensitas aksi kekerasan yang dilakukan gerombolan separatisme meninggi di wilayah Intan Jaya.
Menurut dia, aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata itu, bahkan disertai dengan ancaman-ancaman pembunuhan terhadap warga sipil. Pada Jumat (14/4/2023) Kolonel Herman mengatakan, otoritas militer mendapatkan laporan ancaman pembunuhan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah daerah, dan warga-warga sipil.
Bahkan dikatakan Kolonel Herman, ancaman-ancaman pembunuhan tersebut juga dilayangkan kelompok separatisme terhadap para pedagang-pedagang di pasar-pasar rakyat. “Gerombolan KST (Kelompok Separatisme Terorisme) melakukan intimidasi dan pengancaman pembunuhan warga dan pejabat pemerintah di Distrik Agisiga di Intan Jaya,” terang Kolonel Herman, Jumat (14/4/2023).
Pada Rabu (12/4/2023) dan Kamis (13/4/2023), kelompok bersenjata prokemerdekaan Papua itu, dikatakan juga melakukan aksi pengusiran warga, dan pengancaman terhadap orang-orang asli Papua, dan pedagang di Kampung Mambak, di Kampung Mbamonggo, dan Kampung Titigi, di Intan Jaya.
“Dalam aksinya KST tersebut mereka melakukan pengusiran terhadap Mama-mama yang berdagang. Dan mengancam akan melakukan pembunuhan jika tidak mengosongkan perkampungan-perkampungan di Intan Jaya,” terang Kolonel Herman.
Pengusiran warga tersebut sempat direspons oleh TNI dengan menerjunkan pasukan Yonif 305 Tengkorak untuk penyelamatan warga di Kampung Mambak. Akan tetapi Kolonel Herman menyampaikan aksi propaganda kelompok bersenjata itu menuding TNI, dan Polri yang melakukan penyerangan terhadap warga sipil di Kampung Mambak.
“Satgas Yinif Tengkorak membantu meringankan beban masyarakat yang mengungsi akibat terusir dari kampungnya karena kekerasan yang dilakukan KST terhadap warga-warga sipil,” kata Kolonel Herman menambahkan.
Kolonel Herman, memastikan keberadaan personel keamanan di wilayah tersebut untuk melindungi para warga sipil. Ia juga memastikan penegakan hukum terhadap kelompok separatisme bersenjata yang melakukan aksi-aksi sepihak berupa penyerangan, dan pengancaman, bahkan pembunuhan terhadap warga-warga sipil.
“Yang pasti keberadaan TNI dan Polri di Papua untuk memastikan adanya jaminan keamanan terhadap warga di Papua,” kata Kolonel Herman.