Ahad 02 Apr 2023 23:02 WIB

Atasi Macet di Jakarta, Pengamat: Perkantoran Bisa Pakai Konsep WFH Lagi

Pengamat sebut mengatasi macet di Jakarta dengan pemberlakuan lagi work from home.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan pada ruas tol dalam kota di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Pengamat sebut mengatasi macet di Jakarta dengan pemberlakuan lagi work from home.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan pada ruas tol dalam kota di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Pengamat sebut mengatasi macet di Jakarta dengan pemberlakuan lagi work from home.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengeluhkan mengenai kemacetan yang terjadi di berbagai kota besar, terutama Jakarta dan menilai adanya keterlambatan pembangunan transportasi publik.

Menanggapi hal itu, pengamat menilai bahwa kemacetan yang terjadi di Ibu Kota terjadi lantaran terbebani aktivitas perkantoran, sehingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap perlu untuk mempertimbangkan kembali penerapan work from home (WFH).

Baca Juga

“Persoalan utama kemacetan adalah kapasitas jalan Jakarta yang sudah tidak mampu menampung volume pergerakan jumlah kendaraan yang semakin bertambah,” kata Pengamat transportasi dan tata kota Yayat Supriatna saat dihubungi, Ahad (2/4/2023).

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, akses jalan mengalami penambahan hanya sekitar 0,01 persen di setiap tahunnya, sedangkan kendaraan bisa bertambah di atas 10 persen per tahunnya, sehingga tidaklah seimbang dan sebanding. Sementara angka road ratio atau perbandingan panjang jalan dan luas wilayah Jakarta hanya 8 persen.

“Penyebab kemacetan adalah tersentralisasinya semua kegiatan di Jakarta, maka salah satu cara mengatasi masalah adalah melakukan redistribusi fungsi, artinya bagaimana fungsi-fungsi kegiatan utama mulai digeser ke luar lah,” tutur Yayat.

Dia berujar, sebenarnya sudah ada banyak kegiatan di titik pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta yang mulai berkurang bahkan kosong, mulai dari kawasan Blok M, Roxy, Glodok, dan Semanggi. Meski begitu, ternyata kemacetan masih saja terjadi di Jakarta.

Dia pun menekankan bahwa penyebabnya adalah berpusatnya perkantoran. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pola perjalanan sebagian besar orang tujuannya adalah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

Kedua wilayah tersebut tidak lain adalah pusat perkantoran serta pusat perdagangan. Sehingga menurutnya perlu kebijakan dari pemerintah setempat untuk diantaranya menerapkan kembali bekerja dari rumah.

“Yang belum pindah itu perkantorannya. Bagaimana caranya untuk mengatasi itu bisa enggak kita mengubah pola kerja yang selama ini dilakukan? Dulu kita sukses waktu ada Covid-19 WFH atau work from anywhere, nah perkantoran juga bisa melakukan hal yang sama untuk mulai melakukan upaya-upaya mengurangi beban supaya tidak macet,” jelasnya.

Dengan memberlakukan konsep WFH di pusat-pusat perkantoran, Yayat menyebut mobilitas masyarakat yang kebanyakan dari pinggiran kota ke pusat kota menjadi berkurang. Hal itu pun dinilai akan cukup berhasil mengatasi masalah kemacetan di Jakarta yang selama ini diketahui terjadi pada pagi, siang, hingga sore, seperti apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sebelumnya.

“Jadi mulailah kembali pertimbangkan untuk WFH, yang memang implikasinya akan banyak kantor-kantor yang kosong,” tegasnya.

Sebelumnya diketahui, Presiden Jokowi mengakui Indonesia terlambat dalam membangun transportasi massal. Akibat keterlambatan membangun transportasi massal yang andal, masyarakat akhirnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi itu yang menurut Jokowi menjadi penyebab kemacetan di kota-kota besar.

"Karena keterlambatan membangun transportasi massal, baik untuk penumpang maupun untuk barang, semua berbondong-bondong menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya macet di semua kota sekarang ini," kata Jokowi saat meresmikan pengoperasian jalur kereta api Makassar-Parepare rute Maros-Barru di Sulawesi Selatan, Rabu (29/3/2023).

Kemacetan saat ini tidak hanya terjadi di Ibu Kota, tetapi juga di berbagai kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Surabaya, Semarang, dan Makassar. Di Jakarta, kata Jokowi, pembangunan transportasi massal sudah terlambat sekitar 30 tahun. Meskipun pemerintah telah membangun MRT dan LRT, kemacetan masih terjadi.

"Di Jakarta terlambat 30 tahun kira-kira, meskipun sekarang sudah ada MRT, tapi baru satu jalur. Ada LRT, tapi juga belum jalan. Sehingga Bapak Ibu kalau di Jakarta pagi macet, siang macet, sore macet, malam macet sekarang ini. Karena keterlambatan dalam membangun itu," kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement