Senin 27 Mar 2023 13:51 WIB

FKUB Jadi Batu Sandungan, PSI Gugat SKB 2 Menteri ke Mahkamah Agung

PSI ingin agar rekomendasi FKUB dalam mendirikan rumah ibadah dihapus.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Partai Solidaritas Indonesia (LBH PSI), Francine Widjojo.
Foto: Dok PSI
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Partai Solidaritas Indonesia (LBH PSI), Francine Widjojo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan keberatan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut diajukan anggota DPRD Kota Surabaya Josiah Michael dan pengurus Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Bandar Lampung melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI per 2 Maret 2023.

Uji materiil diajukan atas pembentukan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 terkait pendirian Rumah Ibadat atau yang sering disebut sebagai SKB 2 Menteri.

Terdaftar dengan nomor perkara 9 P/HUM/2023 pada 6 Maret 2023, PSI dan pemohon lain meminta rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dihapus dari syarat memperoleh IMB rumah ibadat berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf (e), Pasal 14 ayat (2) huruf (d), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (2) PBM Pendirian Rumah Ibadat.

Direktur LBH PSI, Francine Widjojo mengatakan, FKUB terbentuk berdasarkan SKB 2 Menteri 2006. Namun, kasus intoleransi keagamaan marak terjadi seperti pendirian rumah ibadah terhambat, terjadi ketegangan antar agama, maupun larangan-larangan terhadap ibadah, perayaan dan pemasangan atribut keagamaan di Indonesia.

"Menunjukkan bahwa selama 17 tahun terakhir FKUB belum maksimal menciptakan kerukunan antar umat beragama," kata Francine kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (27/3/2023).

Dia melihat, rekomendasi FKUB malah sering menjadi batu sandungan. Padahal, sifatnya seharusnya konsultatif yang bisa diterima atau tidak, tapi dalam praktiknya seolah menjadi syarat yang mutlak dan bisa menghambat perolehan IMB rumah ibadat. Juga memicu terjadinya diskriminasi dan limitasi pendirian rumah ibadah.

Yang mana, lanjut Francine, bertentangan dengan hak asasi manusia, Pancasila serta Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Padahal, Presiden Jokowi telah menegaskan kalau konstitusi itu telah menjamin kebebasan beragama dan beribadah, sehingga konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan-kesepakatan.

"Kebebasan beribadah juga merupakan HAM yang dilindungi Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 18 UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)," ujar Francine.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement