REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp 53.234.511.344 yang terkait dengan jabatannya, suap senilai Rp 11,02 miliar terkait izin pembangunan kawasan industri dan PLTU 2 Cirebon, sehingga total dugaan penerimaan uang adalah senilai Rp 64.254.512.344. Sunjaya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sejumlah Rp 61.010.704.141
"Terdakwa Sunjaya Purwadisastra telah menerima gratifikasi uang seluruhnya berjumlah Rp 53.234.511.344 yang berhubungan dengan jabatan terdakwa dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat pada Senin (20/3/2023).
Dalam surat dakwaan disebutkan Sunjaya yang diangkat sebagai Bupati pada 13 Maret 2014 tersebut menerima gratifikasi berupa pertama, penerimaan Iuran dari Para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) senilai Rp8,442 miliar; kedua, penerimaan iuran 40 orang camat pada Juni 2015 - Juli 2017 di Cirebon yang biasa disebut "uang SPP" atau "laporan bulanan" masing-masing Rp 1 juta per bulan sehingga totalnya Rp 1 miliar.
Selanjutnya ketiga, penerimaan fee sebesar 5-10 persen dari nilai proyek pekerjaan di lingkungan pemerintahan Cirebon, sehingga totalnya Rp 37.224.511.344; keempat, penerimaan terkait prompsi jabatan di lingkungan pemkab Cirebon senilai Rp 3,741 miliar; kelima, penerimaan dari rekrutmen tenaga honorer pemkab Cirebon seluruhnya Rp 2,01 miliar dengan tarif Rp 15 juta - 40 juta per orang tenaga honorer.
Kemudian keenam, penerimaan lainnya periode 2014-2018 sejumlah Rp 317 juta; dan ketujuh, penerimaan terkait perizinan pertambangan Galian C di Kecamatan Greged sejumlah Rp 500 juta. Selanjutnya, dalam dakwaan kedua disebutkan Sunjaya menerima uang sejumlah Rp 4 miliar dari Sutikno selaku Direktur Utama PT Kings Property Indonesia dan Rp 7,02 miliar dari Am Huh, Kim Tae Hwa dan Herry Jung.
"Untuk menggerakkan terdakwa agar memperlancar persetujuan permohonan izin pembangunan kawasan industri PT Kings Property Indonesia di Kabupaten Cirebon, serta agar memperlancar perizinan pembangunan PLTU 2 Cirebon dan membantu menangani aksi demonstrasi terkait pembangunan PLTU 2 Cirebon," tambah jaksa.
Awalnya pada 7 November 2017 Sutikno mengajukan surat rekomendasi izin pemanfaatan ruang seluas 2.700 hektare di Kecamatan Losari, kabupaten Cirebon sebagai kawasan industri PT Kings Property Indonesia. Namun ternyata dari luas yang dimohonkan ternyata hanya seluas 500 hektare yang tersedia, sedangkan sebagian besar sisanya tidak termasuk dalam Peraturan Daerah (Perda) No 17 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Cirebon, sehingga tidak dapat dilakukan proses penerbitan izin lokasi.
Sutikno lalu membungkus uang dalam empat kantong senilai total Rp 4 miliar kemudian menyerahkan kepada Sukirno selaku tokoh masyarakat setempat sekaligus makelar tanah. Sukirno pada 21 Desember 2017 lalu menyerahkan uang itu kepada Sunjaya melalui Deni Syafrudin dan Andry Yuliandry.
Atas pemberian uang itu, Kepala DPMTSP memberikan izin lokasi tertanggal 25 Januari 2018 atas lahan seluas sekitar 1.500 hektare. Sedangkan untuk suap lainnya adalah terkait dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Ekspansi/Jawa-1 1x1000 MW (PLTU 2) yang berlokasi di Kecamatan Mundu, Pangenan dan Astanajapura, Cirebon.
Selaku pemilik proyek adalah PT Cirebon Energi Prasarana (CEP) yang bekerja sama dengan Hyundai Engineering and Construction Co Ltd sebagai kontraktor utama dan PT Toshiba Asia Pacific Indonesia serta PT Matlamat Cakera Canggih. Namun, sejak awal pembangunan proyek PLTU 2 sering terjadi aksi demonstrasi masyarakat yang meminta agar proyek tidak dilanjutkan karena tidak sesuai dengan Perda No 17 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031, serta menuntut ganti rugi pada pekerjaan pengurukan tanah di lokasi proyek PLTU 2. Demonstrasi itu pun menghambat pelaksanaan pekerjaan proyek.
Pada 2016 Direktur Corporate Affair PT CEP Teguh Haryono lalu memberikan Rp 1 miliar kepada Sunjaya agar membantu memperlancar izin PLTU 2 dan membantu menangani aksi demonstrasi. Selanjutnya pada akhir 2016, Dirut PT CEP Heru Dewanto bersama dengan Deputi General Manager Herry Jung, Administration Manager Kim Tae Hwa dan Project Manager Cirebon 2 CFPP Porject Site pada Hyundai Engineering Am Huh bertemu dengan Sunjaya dan disampaikan ada "dana operasional" untuk Sunjaya.
"Dana operasional" yang disamarkan dalam kontrak kerja sama itu diserahkan bertahap yaitu sejumlah Rp 970 juta pada 20 Juni 2017, sejumlah Rp 1,94 miliar pada 19 Desember 2017, sejumlah Rp 1,94 miliar pada 6 Maret 2018 dan sejumlah Rp 1,455 miliar pada 3 Oktober 2018 sehingga totalnya adalah Rp 7,02 miliar dari Am Huh, Kim Tae Hwa dan Herry Jung. Dalam dakwaan ketiga, Sunjaya didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada periode Mei 2014 - Oktober 2018.
Pencucian uang itu dilakukan dengan menempatkan uang senilai Rp 23.861.538.468 dalam berbagai rekening atas nama diri sendiri dan orang lain yang kemudian dipergunakan untuk kepentingan pribadi sehingga tinggal Rp 266.398.488,18. Sunjaya juga membeli tanah dan bangunan seluruhnya Rp 34.997.856.673 dan membeli kendaraan sejumlah Rp 2,151 miliar.
Sehingga, total nilai TPPU yang berpotensi untuk dilakukan asset recovery adalah senilai Rp 37.415.555.161. Atas perbuatannya, Sunjaya didakwa dengan pasal berlapis yaitu pasal 12 B dan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2021 jo pasal 65 ayat 1 KUHP serta pasal 4 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sunjaya sendiri adalah terpidana yang sedang menjalani hukuman 5 tahun penjara dalam kasus penerimaan suap terkait jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon pada 2019 lalu.