Selasa 21 Mar 2023 04:17 WIB

Pakar: Indonesia Harus Miliki Peta Jalan Bencana Hidrometeorologi

Roadmap tersebut harus dapat menjawab seperti apa pemetaan bentuk kerentanan bencana.

Bencana alam (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Bencana alam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mesti merumuskan dan segera memiliki peta jalan atau roadmap untuk mengatasi berbagai kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti banjir, erosi-sedimentasi, dan longsor yang mengancam utamanya ribuan pulau kecil berpenghuni di seluruh wilayah. Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Universitas Padjadjaran Prof Chay Asdak, PhD.

"Bencana yang mengancam pulau-pulau kecil biasanya kekeringan di musim kemarau panjang atau longsor. Apalagi belum lama ini terjadi longsor di Kabupaten Natuna hingga ada korban meninggal. Jadi, saya kira ini bukan lagi persoalan kecil," kata Prof Chay dalam diskusi media bersama Sustainitiate di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Baca Juga

Prof Chay menjelaskan penyusunan roadmap tersebut harus dapat menjawab seperti apa pemetaan bentuk kerentanan bencana dan pengaturan jalur komunikasi dengan pusat pemerintahan atau SAR terdekat. "Kita punya banyak pulau kecil dengan karakteristik yang berbeda-beda. Melalui rumusan roadmap yang ada, nantinya kita bisa buat klaster-klaster pulau dengan karakteristik tertentu dan dari situlah kita bisa memetakan tanpa harus menunggu terjadi bencana," papar pakar hidrologi lulusan University of Edinburgh tersebut.

Lebih lanjut ia menjelaskan hadirnya roadmap kebencanaan berbasis klaster-klaster akan memberi gambaran atau spesifikasi terhadap pulau-pulau kecil tertentu. "Memang tidak akan mungkin kita melakukan pemetaan terhadap seluruh pulau kecil yang ada di Indonesia karena jumlahnya banyak sekali. Tetapi menjadi penting melakukan pemetaan dalam bentuk klaster-klaster untuk pulau-pulau kecil yang berpenghuni," jelasnya.

Selain roadmap kebencanaan, dalam kesempatan tersebut Prof Chay juga menilai pentingnya pendekatan solusi berbasis alami atau Nature-Based Solution (NBS) dengan mempertimbangkan pemanfaatan lahan alamiah strategis, lanskap untuk upaya konservasi nilai, dan fungsi ekosistem.

"Ini adalah pendekatan paling murah yaitu kembali bagaimana ekosistem bisa bekerja. Kita juga harus mencari suatu sistem yang self-sustained dan self-generated dengan menciptakan faktor-faktor integratif yang realistis bagi masyarakat," paparnya.

Infrastruktur alami, jelas Prof Chay dapat terwujud melalui dua hal yaitu mekanisme insentif-disinsentif dan imbal jasa lingkungan. Mekanisme insentif atau bantuan teknis dapat diberikan kepada pemilik tanah untuk melakukan pengelolaan secara ramah lingkungan hidup. Kedua mekanisme tersebut menjadi perangkat dan pendekatan efektif untuk mengamankan infrastruktur alam.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement