Senin 20 Mar 2023 20:06 WIB

Pengembalian Uang Proyek Belum Cukup Kuat untuk Jerat Johnny Plate?

Johnny disebut otoritas yang bertanggung jawab atas penggunaan anggaran proyek.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mansyur Faqih
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate saat memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Kejaksaan Agung melakukan pemanggilan tehadap Johnny G Plate untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penyediaan base transceiver station (BTS) BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Dalam konferensi pers tersebut, Plate enggan menyampaikan materi pemeriksaan, karena merupakan kewenangan Kejaksaan Agung. Johnny G Plate menjalani pemeriksaan sekitar 6 jam, dan meninggalkan gedung Jampidsus sekitar pukul 15.00 WIB.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate saat memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Kejaksaan Agung melakukan pemanggilan tehadap Johnny G Plate untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penyediaan base transceiver station (BTS) BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Dalam konferensi pers tersebut, Plate enggan menyampaikan materi pemeriksaan, karena merupakan kewenangan Kejaksaan Agung. Johnny G Plate menjalani pemeriksaan sekitar 6 jam, dan meninggalkan gedung Jampidsus sekitar pukul 15.00 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembalian uang setengah miliar terkait dengan peran Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo belum kuat untuk menjadikan menteri dari Partai Nasdem tersebut sebagai tersangka. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, tim penyidikannya saat ini sedang memperkuat bukti-bukti lain untuk peningkatan status hukum Sekjen Partai Nasdem tersebut.

Febrie menerangkan, bukti-bukti lain yang sedang diperkuat oleh tim penyidikannya terutama menyangkut soal perbuatan. Febrie mengatakan, tim penyidikannya belum bisa meningkatkan status hukum Johnny sebagai saksi menjadi tersangka hanya karena pengembalian uang yang terkait dengan perannya sebagai menteri tersebut.

“Tentunya kan kalau seseorang akan tersangka, ini alat buktinya pasti yang menunjukkan kepada perbuatannya. Nah ini yang sedang dilengkapi oleh penyidik,” begitu kata Febrie di Kejakgung, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Saat ini, status hukum Johnny dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo masih sebatas saksi. Kata Febrie, tim penyidikannya sudah memastikan Johnny, selaku menteri adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) terkait proyek nasional Rp 10 triliun itu.

Menurut Febrie, hasil penyidikan berjalan, memastikan Johnny adalah sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas penggunaan anggaran proyek tersebut. Hal itu, dengan ditemukannya sejumlah dokumen yang ditandatangani Johnny selaku menteri dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.

Namun begitu, kata Febrie menjelaskan, bukti-bukti tanda tangan penggunaan anggaran tersebut, belum menunjukkan adanya niat perbuatan untuk melakukan tindak kejahatan korupsi. Hal tersebut yang menurut Febrie, akan menentukan nasib hukum Johnny dalam kasus tersebut.

“Keterkaitan dengan kejahatannya ini yang belum anak-anak (penyidik) temukan. Makanya, kita masih perlu gelar perkara untuk memastikan bukti-bukti perbuatan dan kejahatan ini sudah kuat atau belum,” terang Febrie.

Gelar perkara nasib hukum Johnny, dikatakan sebelumnya akan dilakukan dalam pekan ini.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi sebelumnya mengungkapkan, dari hasil penyidikan terungkap adanya pengembalian uang senilai Rp 534 juta dari Gregorius Alex Plate, adik kandung Johnny. Uang tersebut bersumber dari proyek pembangunan dan penyediaan infrastuktur BTS 4G BAKTI.

Dikatakan, pemberian uang kepada Gregorius tersebut sebagai fasilitas. Namun diketahui Gregorius bukan pejabat dan penyelenggara di BAKTI pun Kemenkominfo. BAKTI adalah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkominfo.

“Terkait dengan posisi adiknya (Gregorius), sesuai dengan keterangan masih kita dalami. Yang jelas itu (uang setengah miliar) tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pekerjaan yang bersangkutan (Gregorius). Artinya, besar kemungkinan (uang tersebut) ada kaitannya dengan jabatan saksi yang kita periksa hari ini (Johnny),” ujar Kuntadi, Rabu (15/3/2023).

Namun Kuntadi belum menjelaskan apakah uang tersebut merupakan bukti dari tindak pidana korupsi terkait kasus yang sedang dalam penyidikan saat ini. Dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo terkait pembangunan dan penyediaan infrastruktur di 4.200 titik terluar wilayah Indonesia.

Pembanguan dan penyediaan infrastruktur tersebut dalam proses tendernya dilakukan paket per paket. Paket 1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatera 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga di wilayah; Papua 966 unit, dan Papua 845 unit. 

Kuntadi pernah mengungkapkan, proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G tersebut ada yang mangkrak, ada yang tak sesuai spesifikasi, bahkan fiktif, dan terjadi mark-up dalam penyusunan anggaran. Pun beberapa pembangunannya ada yang berdasarkan hasil kajian teknis palsu.

Serta permufakatan jahat sesama pejabat di BAKTI dan Kemenkominfo untuk membuat aturan-aturan tender yang memenangkan pihak-pihak tertentu. Juga pencairan, dan pelaporan penggunaan anggaran yang dimanipulasi.

Dalam penyidikan kasus ini Jampidsus sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka, dan melakukan penahanan. Anang Achmad Latief (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) BAKTI.

Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika; Yohan Suryanto (YS) yang ditetapkan tersangka selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI); Mukti Ali (MA) yang ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment; dan Irwan Heryawan (IH) yang ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement