REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) masih memerlukan penguatan bukti untuk menjadikan menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bakti Kemenkominfo).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, tim penyidik masih menebalkan status saksi terhadap menteri dari Partai Nasdem tersebut terkait kasus korupsi dalam proyek nasional senilai Rp 10 triliun. "Belum (tersangka). Kita masih perlu melihat bukti-bukti lain untuk penguatan," kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).
Febrie mengungkapkan, penguatan bukti yang saat ini dibutuhkan penyidik, terutama terkait dengan perbuatan. "Tentunya kalau seseorang akan tersangka, ini alat buktinya yang dapat menunjukkan perbuatan dia. Itu yang sekarang akan dilengkapi penyidik,” kata Febrie.
Menteri Johnny saat ini masih berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Penyidik sudah memeriksa Johnny dua kali, tepatnya pada Selasa (14/2/2023) dan Rabu (15/3/2023). Pada pemeriksaan kedua terungkap, adanya pengembalian uang setengah miliar dari Gregorius Alex Plate kepada penyidik.
Uang tersebut bersumber dari anggaran proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Gregorius adalah adik dari Johnny, yang masih berstatus saksi.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan, uang yang dikembalikan oleh Gregorius tersebut senilai Rp 534 juta. Dikatakan semula, uang tersebut sebagai fasilitas kepada Gregorius dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Gregorius bukanlah pejabat ataupun penyelenggara negara Bakti maupun di Kemenkominfo.
“Terkait dengan posisi adiknya (Gregorius), sesuai dengan keterangan masih kita dalami. Yang jelas itu (uang setengah miliar) tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pekerjaan yang bersangkutan (Gregorius). Artinya, besar kemungkinan (uang tersebut) ada kaitannya dengan jabatan saksi yang kita periksa hari ini (Johnny),” ujar Kuntadi di Gedung Pidsus Kejagung, Rabu.
Kuntadi menambahkan, terkait nasib hukum Johnny, dan Gregorius dalam perkara tersebut, akan ditentukan dalam gelar perkara yang akan dilakukan pekan ini. Adapun dalam pengungkapan berjalan, tim penyidikan di Jampidsus, pada Senin (20/3/2023), memeriksa 12 orang sebagai saksi.
“Saksi-saksi yang diperiksa antara lain, BJ, JH, RWT, AD, DAF, Z, G, DKR, SSC, FFO, ES, dan KA,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana. BJ diperiksa selaku Direktur PT TABS Solution. JH diperiksa selaku Sales Ceragon Network. RWT diperiksa selaku Project Director IBS 2021. Dan AD diperiksa selaku Direktur Utama (Dirut) PT Aplikanusa Lintasrta.
Sedangkan DAF diperiksa selaku Direktur Layanan Telekomunikasi dan Informasi Bakti. Z diperiksa selaku Direktur Operasional PT Aplikanusa Lintasarta, dan G diperika selaku Direktur Marketing and Solution PT Aplikanusa Lintasarta. Adapun DKR diperiksa selaku Kepala HRD PT Huawei Tech Investment. Sedangkan FFO, ES, dan KA diperiksa selaku karyawan pada PT Huawei Tech Investment. Kata Ketut menambahkan, selaian terhadap 12 saksi tersebut, dalam penyidikan yang sama, juga memeriksa dua tersangka yang sudah ditetapkan, yakni AAL, dan YS.
Dalam perkara itu. Jampidsus sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka, dan melakukan penahanan. Anang Achmad Latief (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) Bakti. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) yang ditetapkan tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika; Yohan Suryanto (YS) yang ditetapkan tersangka selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI); Mukti Ali (MA) yang ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment; dan Irwan Heryawan (IH) yang ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.