Senin 20 Mar 2023 17:02 WIB

Mahfud Ralat Transaksi Mencurigakan di Kemenkeu Jadi Rp 349 Triliun

Mahfud mengatakan transaksi itu merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang.

Rep: Rizky Suryarandika, Iit Septyaningsih/ Red: Andri Saubani
 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri)  menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Pada hari ini Mahfud meralat jumlah transaksi mencurigakan dari sebelumnya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Pada hari ini Mahfud meralat jumlah transaksi mencurigakan dari sebelumnya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Polhukam Mahfud MD mengklarifikasi dugaan transaksi mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di angka Rp349 triliun. Jumlah ini bertambah dari awalnya disebutkan Rp300 triliun. 

Mahfud menerangkan, transaksi janggal itu merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan pegawai Kemenkeu bersama eksternal Kemenkeu. Ia mengendus kecurigaan di balik transaksi mencurigakan itu. 

Baca Juga

"Yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan lebih dari itu, yaitu Rp 349 triliun," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam pada Senin (20/3/2023).

Hanya saja, Mahfud menjamin transaksi ini bukan tergolong korupsi. "Bukan laporan korupsi, tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan," ujar eks ketua Mahkamah Konstitusi itu. 

Sehingga Mahfud meminta publik tak menaruh prasangka buruk terhadap Kemenkeu melakukan korupsi sampai ratusan triliun. Sebab, ia menyinyalir dugaan kejahatan yang terjadi ialah TPPU yang juga melibatkan eksternal Kemenkeu. 

"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," kata Mahfud. 

Mahfud juga menjamin Kemenkeu bakal menindaklanjuti laporan hasil analisis dugaan TPPU. Apalagi kalau nantinya ada unsur pidana atas temuan transaksi janggal itu. 

"Apabila nanti dari laporan pencucian uang ditemukan tindak pidana, akan ditindaklanjuti proses hukum," ujar Mahfud. 

Mahfud melontarkan pernyataan ini seusai bertemu Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3/2023) siang. Ia mengapresiasi kinerja intelijen keuangan Tanah Air karena menemukan kejanggalan ini. 

"Saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, sesudah diteliti lagi Rp 349 triliun. Saudara harus tahu bahwa TPPU itu sering jadi besar karena itu menyangkut kerja intelijen keuangan," ujar Mahfud. 

Inspektorat Jenderal Kemenkeu pekan lalu menegaskan, transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkap Mahfud bukanlah korupsi maupun TPPU. Transaksi itu merupakan hasil temuan PPATK. 

“Jadi, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Awan seperti dikutip dari website Kemenkeu pada Kamis (16/3/2023).

Ia melanjutkan, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan lembaganya. Terkait berbagai informasi pegawai, kata dia, Itjen Kemenkeu terus menindaklanjuti secara baik.

"Kita panggil dan sebagainya. Intinya kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK sudah begitu cair,” kata dia.

Terkait pemberitaan mengenai transaksi Rp 300 triliun yang beredar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan, bukan masalah jumlahnya, melainkan masalah penelisikan satu per satu keterkaitan antara pidana pajak dan kepabeanan dan cukai dengan siapa saja yang menerima uang.

“Itu sebenarnya memang betul bisa ratusan triliun. Hanya saja, cara kita melakukan ini kan benar-benar harus didalami. Sejak 2010, Ditjen Pajak telah melakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang, terbukti sudah masuk ke pengadilan dan sudah ada vonisnya,” ujar Suahasil.

 

 

photo
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat perkembangan jumlah dan nominal rekening masyarakat. - (Tim Infografis)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement