Sabtu 18 Mar 2023 09:58 WIB

Tunggu Undangan DPR Soal Rp 300 Triliun, Mahfud Md: Senin Saya Bongkar

Mahfud Md siapkan data otentik untuk ditunjukkan pada DPR pada Senin (20/3/2023).

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Menko Polhukam Mahfud Md berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto sebelum mengikuti Rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Rabu (15/2/2023). Rapat tersebut beragendakan penjelasan DPR terhadap RUU Perubahan tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: Republika/Prayogi.
Menko Polhukam Mahfud Md berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto sebelum mengikuti Rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Rabu (15/2/2023). Rapat tersebut beragendakan penjelasan DPR terhadap RUU Perubahan tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Mahfud MD mengatakan siap membongkar dan mengusut tuntas misteri Rp 300 triliun yang belakangan santer. Setelah pulang dari kunjungan bilateral dari Australia, ia mengatakan siap menerima undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjelaskan duduk perkara.

"Masalah ini memang lebih fair dibuka di DPR. Saya tidak bercanda tentang ini," katanya dalam akun Instagramnya @mohmahfudmd, Sabtu (18/3/2023).

Baca Juga

Di sejumlah media, diberitakan DPR akan meminta Mahfud Md menjelaskan soal transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang disebutnya bukan korupsi. Di hadapan DPR, ia akan menjelaskan dan menunjukkan daftar dugaan pencucian uang tersebut.

Ia menegaskan, dirinya dan PPATK tidak mengubah statement bahwa sejak tahun 2009 PPATK telah menyampaikan info intelijen keuangan ke Kemenkeu. Ia mengatakan telah menyiapkan data otentik yang akan ditunjukkan kepada DPR.

"Karena itu, Senin (20/3/2023) besok saya menunggu undangan. Saya juga sudah mengagendakan pertemuan dengan PPATK dan Kemenkeu untuk membuat terang masalah ini agar publik paham apa yang terjadi," katanya.

Mahfud menyarankan, agar publik juga melihat kembali pernyataan terbuka Kepala PPATK saat Jumpa Pers di Kemenkeu, Selasa kemarin. Menurutnya, Ivan tidak mengatakan informasi tersebut bukan pencucian uang.

"Sama dengan yang saya katakan, beliau bilang itu bukan korupsi tapi laporan dugaan pencucian uang yang harus ditindaklanjuti oleh penyidik atau Kemenkeu," katanya.

Sebelumnya, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh pada pekan ini sudah menegaskan, transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD, bukanlah korupsi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Transaksi itu merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Jadi prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Awan seperti dikutip dari website Kemenkeu pada Kamis (16/3/2023).

Ia melanjutkan, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan lembaganya. Pada Selasa (14/3/2023) lalu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendatangi Kantor Kemenkeu guna menjelaskan soal transaksi Rp 300 triliun.

Dirinya menuturkan, Kementerian Keuangan merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Maka, PPATK berkewajiban melaporkan kepada Kementerian Keuangan setiap kasus yang terkait kepabeanan dan perpajakan.

"Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut dengan kemarin Rp 300 triliun," ungkap dia.

Dalam kerangka itu, kata Ivan, perlu dipahami bukan tentang adanya abuse of power maupun korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan. Melainkan lebih kepada tusi Kementerian Keuangan yang menangani berbagai kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban PPATK pada saat lembaga tersebut melakukan hasil analisis lalu disampaikan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.

Kepala PPATK menegaskan, laporan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kemenkeu, tetapi karena posisi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.

“Kementerian Keuangan merupakan salah satu Kementerian yang kalau kami koordinasikan relatif permasalahan secara internal sangat kecil dibandingkan lembaga-lembaga lain," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement