Ahad 19 Mar 2023 01:23 WIB

Cukur Rambut di Bawah Pohon Rindang

Idrus sudah sejak 2002 menjadi tukang cukur di jalur pedestrian SSA Kota Bogor.

Tukang cukur rambut di jalur pedestrian Sistem Satu Arah (SSA) Kota Bogor, Idrus (49 tahun) sedang melayani pelanggannya, Sabtu (18/3/2023).
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Tukang cukur rambut di jalur pedestrian Sistem Satu Arah (SSA) Kota Bogor, Idrus (49 tahun) sedang melayani pelanggannya, Sabtu (18/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Shabrina Zakaria

 

Baca Juga

Seorang pria berkepala botak sedang duduk termenung di sebuah bangku plastik berwarna coklat. Matanya menyusuri kendaraan yang berlalu lalang melewati Tugu Kujang, Kota Bogor menuju jalur Sistem Satu Arah (SSA).

Sesekali matanya terpejam, kantuk tak bisa dihindari ketika angin bertiup di bawah pepohonan jalur pedestrian SSA yang rindang. Ketika orang-orang menikmati akhir pekan, pria ini justru masih harus bekerja keras mencari uang demi sesuap nasi.

Idrus namanya. Selama 21 tahun, Idrus telah berjibaku menjadi tukang cukur pinggir jalan. Sejak 2002, salah satu pohon beringin di jalur pedestrian SSA menjadi tempatnya mencari nafkah.

Setiap hari, ba’da sholat Subuh, Idrus berangkat dari rumahnya di Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor menuju Kota Bogor. Berbekal tas berisi alat cukur manual, sisir, sikat, bedak, sabun, dan peralatan lainnya, Idrus ditemani sang istri berangkat menggunakan angkutan kota (angkot).

Setibanya di pohon beringin tersebut, Idrus langsung menyusun peralatan ‘tempur’-nya. Cermin sebesar 40 x 60 centimeter disandarkan ke batang pohon beringin, peralatan cukur dibariskan di bawahnya, kemudian sebuah bangku plastik diletakkan di hadapan cermin tersebut.

Sambil menunggu pelanggan datang, Idrus duduk di atas bangku tersebut. Kadang termenung, kadang memejamkan mata, kadang berbincang dengan sang istri atau beberapa pedagang kaki lima (PKL) yang melintas.

Satu jam, dua jam, tiga jam. Seorang pria bertubuh besar menghampiri Idrus seraya bertanya, “cukur ya pak?”. Pertanyaan itu kemudian diiyakan oleh Idrus.

Tak butuh waktu lama, Idrus langsung beraksi menunjukkan keahliannya. Rambut pria tersebut dicukur tipis, tak ketinggalan kumis dan jenggot pun dicukurnya dengan rapi. Sekitar 25 menit kemudian, pria itu memberinya uang sebesar Rp 15 ribu dan melanjutkan perjalanannya.

Keahlian mencukur rambut dimiliki Idrus secara otodidak. Tukang cukur rambut pinggir jalan satu-satunya di jalur pedestrian SSA ini, hanyalah lulusan sekolah dasar (SD). Tak ayal, ia pun tidak bisa mencari pekerjaan lain karena tak berpendidikan tinggi.

Sebelumnya, ada tiga tukang cukur lain yang membuka lapak di jalur pedestrian SSA seperti Idrus. Seiring berjalannya waktu, rekan-rekan sesama tukang cukurnya meninggal dunia dan menyisakan Idrus seorang.

Harga layanan cukur rambut yang ditawarkan Idrus, bisa dibilang jauh lebih murah dibandingkan dengan outlet barber shop kebanyakan. Sekali cukur rambut, pelanggan cukup membayar Idrus sebesar Rp 15 ribu.

Bahkan, tak sekali dua kali, beberapa pelanggan Idrus yang merupakan sopir angkot dan PKL hanya membayar sekitar Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu. Pria berusia 49 tahun ini pun tak keberatan dengan hal itu.

“Saya menyesuaikan kemampuan dari pelanggan saya. Mau gimana lagi, saya juga butuh. Daripada nggak ada pelanggan sama sekali,” kata Idrus sambil terkekeh.

Contohnya, salah seorang PKL yang akrab disapa sebagai Abah Haris ini, menjadi pelanggan cukur rambut Idrus sejak tiga tahun lalu. Menurut Haris, hasil cukuran Idrus cukup rapi sehingga ia rutin kembali ke tempat Idrus setiap sebulan sekali.

“Murah juga, abah cuma bayar Rp 10 ribu ehehehe,” tutur Haris sambil sibuk menjajakan air mineral kepada pengguna jalan.

Jumlah pelanggan yang didapatkan Idrus per harinya dapat dihitung jari sebelah tangan. Jika ramai, pelanggan yang didapat Idrus bisa mencapai tujuh hingga 10 orang. Namun, saat ini rata-rata pelanggan yang didapatnya hanya tiga orang per hari. Bahkan pernah tidak mendapat pelanggan sama sekali.

Dulunya, Idrus bisa melayani cukur rambut mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bahkan, sesekali ada Polisi Wanita yang ikut merapikan rambut di tempat cukur rambut Idrus.

Terus berubahnya infrastruktur di pusat Kota Bogor ini, membuat Idrus merasa pelanggannya lambat laun semakin sepi. Sekarang, tidak ada lagi anak-anak maupun Polwan yang mencukur rambut atau sekadar merapikan rambut di tempatnya.

Kendati demikian, Idrus mengaku tidak ingin membuka kios untuk usaha cukur rambutnya. Pria yang sempat bekerja sebagai pekerja proyek ini lebih menyukai pekerjaan di ruang terbuka. Meski terkadang ia harus pasrah ketika hujan turun tanpa aba-aba di Kota Hujan ini.

“Saya suka begini aja. Di ruangan terbuka, ditiup angin sepoi-sepoi, yang cukur juga kan ngerasain sensasi berbeda,” ujarnya.

Sekitar pukul 16.00 WIB, Idrus dibantu istrinya mulai merapikan lapaknya. Peralatan cukur rambut dikemasnya di sebuah tas besar, lalu cermin dan bangkunya ia titipkan ke tukang photo copy yang terletak di seberang lapaknya.

Sebelum waktu Maghrib tiba, Idrus kembali ke rumahnya menggunakan angkot. Tanpa memiliki mimpi yang muluk-muluk, Idrus hanya ingin beristirahat sambil mengikuti bagaimana hidup akan membawanya.

Nggak punya harapan apa-apa, cuma ngikutin gimana hidup berjalan aja,” kata Idrus seraya menyunggingkan senyum.

 

()

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement