Kamis 16 Mar 2023 09:23 WIB

Petinggi Komisi II: Pemilu 2024 Dibayangi Ketidakpastian

Gugatan terhadap sistem proporsional terbuka tentu membuat kegamangan Parpol.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa (kanan) saat jeda Raker tingkat I antara Mendagri dan Menkumham dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Raker tersebut membahas RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2022 tentang perubahan atas UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemiihan Umum.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa (kanan) saat jeda Raker tingkat I antara Mendagri dan Menkumham dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023). Raker tersebut membahas RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2022 tentang perubahan atas UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemiihan Umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa bertanya kepada dirinya sendiri, apa yang terjadi jika terjadinya penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024? Sebab dari waktu ke waktu, terus ada upaya-upaya yang terkesan menjadi alat untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan.

Terakhir adanya putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Di sisi lain, masih ada gugatan terhadap sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga

"Bahwa Pemilu 2024 ini dibayang-bayangi ketidakpastian, ketidakpastian ini termasuk buat partai. Ada yang tanya pemilu ini jadi atau tidak? belum selesai terkait sistem pemilu di MK," ujar Saan dalam rapat kerja dengan KPU, Rabu (15/3).

Gugatan terhadap sistem proporsional terbuka tentu membuat kegamangan bagi partai politik. Mengingat pendaftaran calon legislatif (caleg) DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dibuka pada 1 Mei 2023.

"Terbuka kah, tertutup kah, karena sampai hari ini belum selesai. Sementara parpol harus terus mempersiapkan caleg-calegnya, sementara caleg-caleg yang mau didaftarkan ke KPU dia juga nunggu, 'kalau misalnya sistem proporsional tertutup bagaimana nasib saya?'. Jadi tidak ada kepastian," ujar Saan.

Menurutnya, ketidakpastian tersebut membutuhkan penyelenggara Pemilu 2024, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen dan berintegritas. Jangan sampai para penyelenggara pemilu justru menjadi pihak yang terlibat dalam upaya-upaya tersebut.

"Sekali lagi kalau penyelenggaranya terlibat dalam soal ini, baik secara vulgar atau sembunyi-sembunyi, baik secara formal maupun omongan-omongan ke orang per orang bahwa pemilunya belum pasti," ujar Saan.

"Kalau itu (upaya penundaan Pemilu 2024) datangnya dari penyelenggara, repot kita semua, karena bentengnya," sambungnya.

KPU, tegas Saan, harus menjadi benteng perlawanan dari upaya-upaya penundaan Pemilu 2024. Lembaga yang dipimpin oleh Hasyim Asy'ari itu harus harus mengedepankan independensi dalam mengawal pesta demokrasi lima tahunan. "Ini yang pertama saya ingatkan terus-menerus, karena kita tidak ingin tercatat dalam sebuah sejarah di era kita lah sistem politik kita jadi tidak menentu," ujar politikus Partai Nasdem itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement