Selasa 14 Mar 2023 18:12 WIB

Hampir Semua Bahasa Daerah Alami Kemunduran, 11 Dinyatakan Punah

Sebanyak 11 bahasa daerah dinyatakan punah karena tidak ada lagi penuturnya.

Bahasa daerah (ilustrasi).  Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebutkan, hampir semua bahasa daerah mengalami kemunduran.
Foto: mgrol100
Bahasa daerah (ilustrasi). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebutkan, hampir semua bahasa daerah mengalami kemunduran.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebutkan, hampir semua bahasa daerah mengalami kemunduran. Hal ini seiring dengan berkurangnya jumlah penutur yang mengancam kelestarian bahasa daerah itu.

"Data penelitian vitalitas bahasa daerah tahun 2021, hampir semua bahasa daerah mengalami kemunduran," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof. Endang Aminudin Aziz di Semarang, Selasa (14/3/2023).9

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan saat Rapat Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam Program Revitalisasi Bahasa Daerah di Provinsi Jawa Tengah yang mengundang perwakilan 35 kabupaten/kota. Aziz mengakui, ancaman terhadap kepunahan bahasa daerah selalu terjadi, dan saat ini sudah ada 11 bahasa daerah yang dinyatakan punah karena sudah tidak ada penuturnya lagi.

"Data (bahasa daerah) yang sudah dinyatakan punah karena tidak ada lagi penuturnya pada 2019, sudah ada 11 bahasa, terutama yang ada di wilayah timur," katanya.

"Penuturnya sudah tidak ada lagi yang menggunakan bahasa daerah itu, mungkin karena perpindahan tempat tinggal, mungkin bencana alam. Mereka sudah tidak lagi bertutur dengan bahasa itu," katanya.

Karena itu, kata dia, Badan Bahasa melalui Balai Bahasa di wilayah provinsi, termasuk di Jateng berupaya melakukan revitalisasi bahasa daerah untuk mencegah kemunduran bahasa daerah. "Ya, karena jumlah penuturnya berkurang, penggunaan di masyarakat semakin turun, mungkin pengaruh bahasa asing atau mungkin bahasa Indonesia. Orang sudah semakin masif dan luas dalam penggunaan bahasa Indonesia di keluarga, masyarakat, di tempat kerja, sehingga bahasa daerah terlupakan," ujarnya.

Rakor tersebut dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dalam upaya revitalisasi bahasa daerah agar implementasinya di lapangan berjalan dengan optimal, dan tidak ada anomali atau penyimpangan konsep. "Revitalisasi bahasa daerah yang kami gagas 2021 adalah upaya memperlambat penurunan penutur. Sedikit-sedikit remlah. Jangan terlalu cepat punahnya. Bahwa punah itu selalu mengancam (bahasa daerah)? Ya. Bukan hanya bahasa daerah di kita, tapi di seluruh dunia," ujar Aziz.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jateng Dr Syarifuddin menjelaskan bahwa upaya revitalisasi bahasa daerah dilakukan secara bertahap, mulai dari pemanggilan pakar, rakor, pelatihan guru utama, hingga sampai ke siswa. "Setelah rakor ini ada pelatihan guru utama yang disiapkan untuk mendiseminasikan atau menyebarluaskan hasilnya kepada guru-guru. Dari guru-guru kemudian mengajarkan ke siswa. Jadi, berantai," katanya.

Untuk masing-masing kabupaten/kota, kata Syarifuddin, ada empat orang perwakilan dari sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) sehingga total ada 280 guru utama. "Setiap kabupaten/kota ada empat guru untuk SD dan empat untuk SMP. Jateng kan ada 35 kabupaten/kota. Jadi, ada 140 guru utama untuk SD dan 140 guru utama untuk SMP, total 280 guru," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement