Kamis 09 Mar 2023 19:27 WIB

Ketum Korpri Kritik Sistem Penggajian ASN di Kemenkeu

Zudan Arif heran, tunjangan dokter, bidan, perawat lebih kecil dari pegawai pajak.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Erik Purnama Putra
 Dirjen Disdukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh.
Foto: Republika/ Wihdan
Dirjen Disdukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggajian aparatur sipil negara (ASN) antara kementerian dan lembaga (KL) maupun pemerintah daerah, bisa berbeda-beda. Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), Zudan Arif Fakrulloh menyebut, hal itu terjadi karena belum adanya sistem penggajian secara nasional.

"Betul, masih bersifat lokalistik, masih K/L banget, siapa yang menguasai sendi-sendi penataan keuangan dia bisa menentukan sendiri keuangannya, itu nggak boleh," kata Zudan dalam webinar bertajuk 'ASN Sultan dan Pendapatan Timpang' di Jakarta, Kamis (9/3/2023).

Publik memang menyoroti ketimpangan pendapatan ASN di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tunjangan untuk pejabat eselon I dan II bisa berkali-kali lipat dibandingkan kementerian/lembaga lain.

Zudan mengatakan, mengacu pola sistem penggajian saat ini bisa menimbulkan kecemburuan di antara ASN. Pasalnya, perbedaan pendapatan ASN bukan didasarkan dari profil risiko, melainkan karena formulasi yang ditentukan oleh Kemenkeu secara sepihak sebagai pengelola keuangan negara.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri tersebut menjelaskan, ASN yang bekerja dengan profil risiko tinggi seperti kesehatan dan gunung berapi, pendapatannya kalah jauh dibandingkan ASN Kemenkeu. Dia pun mempertanyakan kebijakan itu.

"Tentu kita akan melihat teman-teman yang bekerja di sektor kesehatan, dokter, bidan perawat yang bekerja di rumah sakit, PNS di rumah sakit risikonya besar. Dia bergulat dengan penyakit, risikonya adalah nyawa ternyata tunjangan kinerjanya tidak setinggi Direktorat Jenderal Pajak," kata Zudan.

Karena itu, Korpri mendukung perlunya reformasi total sistem penggajian ASN untuk melahirkan pola promosi, mutasi dan rotasi yang berkeadilan. Menurut Zudan, dengan pola yang saat ini, pegawai yang bergaji besar tidak akan mau dipindahkan ke institusi yang bergaji lebih rendah.

"Kalau mutasi biasa, pegawai DKI nggak akan mau pindah ke Kabupaten Bekasi karena lebih tinggi DKI. Pegawai Kementerian Keuangan eselon tiga Direktorat Jenderal Pajak dikirim menjadi camat di Kabupaten Lembata nggak mau, nangis dia," ucap Zudan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement