REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat tak meminjamkan identitas atau menjadi nominee untuk menyamarkan pembelian aset tertentu yang dilakukan pejabat. Sebab, nantinya akan ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemilik identitas asli.
“Mulai sekarang nih, jangan mau digunakan namanya untuk menjadi nominee," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan kepada wartawan, Senin (6/3/2023).
Pahala mengatakan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) rencananya bakal terintegrasi dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Aturan ini, kata dia, akan berlaku mulai tahun depan.
Pahala menyebut, salah satu contohnya, yakni Ahmad Saefudin yang namanya digunakan sebagai tangan pertama pemilik mobil Jeep Rubicon dan kemudian dibeli oleh eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Menurut dia, warga yang tinggal di sebuah gang wilayah Mampang, Jakarta Selatan itu, nantinya bisa dikejar untuk dimintai pertanggungjawaban membayar pajak mobil tersebut.
Dia menjelaskan, pengejaran tersebut akan mudah dilakukan, jika sistem integrasi NPWP dan NIK sudah diterapkan. "Kayak Pak Ahmad Saefudin mungkin, begitu namanya ada Rubicon sekarang dikejar orang pajak. Anda bayar pajak, misalnya gitu kan, anda bisa punya harta segitu," tutur Pahala.
"Jadi buat masyarakat sekali lagi nih, pengaturan (NIK-NPWP) sudah lebih baik. NIK hati-hati kalau dipinjam-pinjam nama, ada konsekuensinya," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, KPK telah menelusuri jejak kepemilikan Jeep Rubicon hitam yang sempat dipamerkan anak Rafael, Mario Dandy Satriyo di media sosial. Mobil itu ternyata diketahui bukan milik Rafael, melainkan atas nama kakaknya.
Hal ini terungkap setelah tim KPK melakukan penelusuran ke alamat yang tercantum dalam dokumen kendaraan roda empat tersebut. Lokasinya berada di sebuah gang di wilayah Mampang, Jakarta Selatan.
Rafael mengaku kepada KPK bahwa ia membeli mobil mewah itu dari Ahmad Saepudin yang berdomisili di dalam gang tersebut. Akan tetapi, Rafael kemudian menjual kendaraan ini kepada sang kakak.
Namun, Ahmad Saepudin kini tak lagi tinggal di gang itu. Ketua RT 1 RW 1, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamso Badrudin pun memastikan bahwa mobil Jeep Rubicon yang tengah menjadi sorotan publik ini bukanlah milik Ahmad Saepudin. Mengingat secara ekonomi yang bersangkutan juga bukan orang berada atau memiliki kemampuan untuk membeli mobil Rubicon.
“Saya sekali lagi menyatakan itu tidak masuk akal bahwa saudara AS memiliki satu unit Rubicon. Karena kesehariannya saja dia mengendarai kendaraan roda dua,” tegas Kamso.
Menurut Kamso, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama tinggal di Mampang Prapatan itu, Ahmad Saefudin berjualan kopi dan juga pernah bekerja sebagai office boy (OB). Informasi terakhir yang dia dapat, Ahmad Saefudin bekerja di Inafis Mabes Polri. Hanya saja dia tidak tahu apakah masih bekerja di sana atau sudah pindah.
“Dia pernah jadi jualan kopi, juga OB, dan pekerjaan terakhir dia bekerja di inafis di Mabes Polri. Sebagai honorer, bukan yang sifatnya penting banget,” kata Kamso.
Tidak menutup kemungkinan, sambung Kamso, kartu identitas Ahmad Saefudin dipinjam oleh pihak yang tak bertanggung jawab untuk mendapatkan atau membeli mobil Jeep Rubicon tersebut. Apalagi, Kamso mengaku mendapatkan informasi bahwa KTP Ahmad Saefudin dipinjam oleh seseorang.
Adapun harta kekayaan Rafael menarik perhatian masyarakat usai sang anak, Mario Dandy Satriyo menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jonathan Latumahina. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik 2021, Rafael tercatat memiliki total kekayaan Rp 56 miliar.
Kekayaan Rafael dinilai fantastis dengan menjabat sebagai pejabat pajak eselon III di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu. Sebab, total kekayaannya hanya selisih sedikit dengan LHKPN milik Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani yang mencapai Rp 58 miliar.