Kamis 02 Mar 2023 23:49 WIB

Menkes Tantang Poltekkes Lahirkan Lulusan Berdaya Saing Global

Menkes ingatkan Poltekkes tidak mencari untung

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka rapat kerja kesehatan nasional di JCC, Jakarta Pusat, Kamis (23/2).
Foto: Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka rapat kerja kesehatan nasional di JCC, Jakarta Pusat, Kamis (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menantang Badan Layanan Umum (BLU) Politeknik Kesehatan (Poltekkes) untuk melahirkan lulusan yang bersaing di kancah global.

"Poltekkes fungsinya pendidikan, bukan cari untung juga. Poltekkes kalau bagus, benar enggak semua perawat di RS Pondok Indah lulusan Poltekkes," kata Budi Gunadi Sadikin dalam acara Rakor BLU 2023 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Budi mengatakan, lulusan Poltekkes juga perlu didukung dengan kemampuan bertaraf internasional, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan perawat di luar negeri."Setiap kali saya bertemu Menteri Kesehatan Jepang dan Jerman, mereka butuh 5.000 perawat, karena populasinya menua. Gajinya minimal Rp30 juta sampai Rp90 juta. Bisa enggak bersaing dengan Filipina," katanya.

Budi mengkritisi orientasi Poltekkes di Indonesia yang hanya fokus pada pembangunan dan pemeliharaan gedung, tanpa memikirkan inovasi dalam peningkatan kualitas lulusan peserta.

"Mau apapun dia bikin gedungnya bagus, karena kan senangnya bikin gedung. Tapi kalau muridnya tidak ada yang terserap di RS Pondok Indah atau saingan sama orang Filipina, itu direktur utamanya saya nilai jelak," katanya.

Budi juga menginginkan Poltekkes melakukan penelitian yang berorientasi mendukung Transformasi Kesehatan Indonesia, salah satunya dalam mengatasi persoalan penyakit katastropik.

Budi mencontohkan, salah satu hasil penelitian terbaru terkait kanker payudara, dikatahui pasien dapat disembuhkan bila penyakit yang diderita berhasil dideteksi sejak stadium awal.

"Saya baru belajar, kanker bisa disembuhkan, tapi temukanlah di stadium satu, 90 persen dia bisa bertahan hidup. Tapi kalau ditemukan di stadium empat, 90 persen berpotensi kematian," katanya.

Menurut Budi, deteksi dini kanker payudara bisa dilakukan menggunakan alat mamografi, yang dianjurkan rutin bagi masyarakat di atas usia 50 tahun."Pasti masih jarang (pemeriksaan menggunakan alat mamografi), selain alatnya masih jarang, banyak ibu-ibu di Indonesia takut menerima kenyataan, ada potensi kanker payudara," katanya.

Budi mendorong Poltekkes melakukan penelitian terkait alasan ibu-ibu di Indonesia takut menjalani skrining kanker payudara dan menghadirkan edukasi tentang pentingnya skrining dini penyakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement