REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhak memanggil pejabat yang dinilai memiliki aset tidak wajar dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Upaya penindakan hukum dapat dilakukan jika harta yang dicurigai itu tak bisa dijelaskan maupun dibuktikan.
"Terhadap harta penyelenggara negara KPK yang dinilai tidak wajar kemudian dianalisis dan dikonfirmasi kepada pelapor dan jika tidak dapat dijelaskan dan dibuktikan dapat dijadikan dasar untuk penegakan hukum, baik oleh KPK jika merupakan wilayah kewenangan KPK," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/2/2023).
"Atau dengan mengkoordinasikannya kepada instansi yang berwenang ataupun pihak terkait lainnya," tambah dia menjelaskan.
Ghufron menjelaskan, pelaporan kekayaan penyelenggara negara melalui LHKPN bertujuan menilai kewajaran harta yang dimiliki berdasarkan pendapatan (income) yang sah. Sehingga LHKPN setelah dilaporkan oleh KPK pasti dilakukan verifikasi dan pemeriksaannya.
Bahkan, sambung dia, hasil analisis pemeriksaan LHKPN ini juga sering digunakan sebagai instrumen penilaian pendukung dalam promosi jabatan di kementerian, lembaga, maupun pemda.
"Hal itu menjadi bagian proses pencegahan agar pihak yang dipilih adalah pihak berintegritas," jelas Ghufron.
Selebihnya, kata dia, jika ada laporan atau penyelidikan terhadap pejabat, maka LHKPN dapat juga digunakan untuk mendukung pengungkapan suatu perkara tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang (TPPU) serta upaya pemulihan aset (asset recovery). Ia menyebut, penerapan ini sebagai integrasi strategi pencegahan dan penindakan KPK.
Di samping itu, Ghufron mengatakan, khusus dalam LHKPN mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, KPK sudah menindaklanjuti dan mengkoordinasikannya dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kemenkeu sejak tahun 2020. Namun, ia tak memerinci hasil koordinasi tersebut.
Sebelumnya, KPK berjanji mengusut tuntas LHKPN milik Rafael Alun Trisambodo. Jika ditemukan ada indikasi tindak pidana dalam laporan harta Rafael, maka lembaga antirasuah ini bakal melanjutkan ke tahap penyelidikan.
"Kita tunggu hasil klarifikasi dan pemeriksaan Direktorat LHKPN jika ditemukan indikasi perbuatan pidana tentu akan diteruskan pada langkah-langkah penyelidikan," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango kepada wartawan, Jumat (24/2/2023).
Nawawi mengungkapkan, pihaknya pun telah meminta Direktur LHKPN Isnaini untuk melakukan klarifikasi dan menyusun rencana pemeriksaan terhadap pelaporan LHKPN Rafael. Bahkan, dia mendorong Direktorat LHKPN untuk bergerak jemput bola menangani masalah ini.
"Tidak sekadar memanggil, tapi jika perlu didatangi," ujar Nawawi.
KPK bakal segera memanggil Rafael Alun Trisambodo. Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi LHKPN miliknya yang mencapai Rp 56 miliar. Namun, belum diketahui kapan Rafael akan dimintai keterangan terkait harta miliknya tersebut.
Pemanggilan ini sebagai bentuk upaya KPK untuk memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara. Sebab, LHKPN juga merupakan bentuk pencegahan korupsi.
Dalam LHKPN, Rafael tercatat mempunyai kekayaan mencapai Rp 56 miliar. Jumlah ini berdasarkan LHKPN yang dia laporkan ke KPK pada 17 Februari 2022.
Nilai tersebut hanya beda tipis dengan harta kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yakni sebesar Rp58 miliar. Sri Mulyani merupakan atasan Rafael di Kementerian Keuangan.
Adapun, Sri Mulyani pun telah mencopot Rafael Alun Trisambodo (RAT) dari jabatan sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II.
Baca juga : Menkeu: Pejabat Kemenkeu tak Lapor LHKPN akan Ditindak
Dia dicopot dari jabatan di Kementerian Keuangan untuk mempermudah proses pemeriksaan terhadap harta kekayaannya yang menjadi viral di media sosial setelah anaknya, Mario Dandy, terlibat kasus penganiayaan.
Mario Dandy Satrio memukuli David, putra pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jonathan Latumahina hingga koma. Perbuatannya ini diduga disulut kemarahan oleh sang pacar bernama Agnes, yang tak lain mantan David.