REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan sebanyak 10,92 juta ton sampah organik tidak lagi dibawa ke tempat pembuangan akhir atau TPA karena menghasilkan gas metana yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengajak masyarakat untuk mengolah sampah secara mandiri melalui kegiatan pembuatan kompos.
"Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahun secara mandiri di rumah, maka kira-kira ada 10,92 juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA dan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 6,8 juta ton setara karbon dioksida," ujarnya dalam acara gerakan Hari Kompos di Jakarta, Ahad (26/2/2023).
Menteri Siti memaparkan jumlah timbulkan sampah di Indonesia saat ini mencapai 68 juta ton per tahun dengan komposisi terbesar adalah sampah organik sisa makanan yang mencapai 41,27 persen dan sekitar 38,20 persen timbulan sampah itu bersumber dari rumah tangga. Menurutnya, bila sampah organik tidak terkelola secara maksimal bisa memperparah dampak pemanasan global yang memicu perubahan iklim dan menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan hingga kesehatan.
Sampai 2022, Kementerian LHK mencatat masih ada kegiatan penanganan sampah konvensional berupa angkut dan buang ke TPA. Kegiatan itu akan dikurangi secara bertahap melalui aktivitas pengelola sampah dari rumah.
"Sampah organik yang ditimbun di TPA akan menghasilkan emisi gas metana yang memiliki kekuatan lebih besar dalam merangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida," kata Siti.
"Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik khususnya sampah sisa makanan adalah sangat penting dan perlu menjadi perhatian kita juga," tambahnya.
Dalam upaya mencapai target nol sampah atau zero waste, Kementerian LHK mengajak masyarakat meninggalkan pendekatan atau cara lama berupa kumpul, angkut, dan buang yang menitikberatkan terhadap pengolahan sampah di TPA. Kementerian LHK lantas menginiasi gerakan Hari Kompos pada 26 Februari, tepat lima hari usai Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada 21 Februari.
Gerakan Hari Kompos bertujuan mengajak masyarakat untuk mulai mengelola sampah organik mereka secara mandiri dengan menjadikannya pupuk untuk tanaman. "Dengan prinsip zero waste zero emission, pengelolaan sampah di Indonesia telah bergeser ke hulu dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat," kata Siti.