REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh divonis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Rabu (22/2/2023), penjara 10 tahun dalam kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2016.
Dalam pembacaan pertimbangan vonis, hakim sempat mengungkap upaya Irfan agar heli yang didatangkan perusahaannya lolos dari pemeriksaan pihak berwajib. Caranya dengan mencabut serial number dan production number heli AW-101 yang pengadaannya menelan anggaran Rp 738,9 miliar.
"Bahwa untuk menghindari helikopter angkut AW-101 yang diserahkan kepada TNI AU tersebut diketahui merupakan pesanan angkatan udara India, terdakwa kemudian melepas TAG atau serial number dan production number dari dinding dalam helikopter angkut AW-101," kata hakim Djuyamto pembacaan putusan.
Namun, upaya akal-akalan itu ternyata diketahui oleh Komisi Pemeriksa Materiil TNI. Alhasil, Irfan harus memasang kembali serial number dan production number. Kali ini, Irfan menambahkan tulisan agar helikopter angkut AW-101 terlihat, seperti baru diproduksi yang dibeli oleh TNI AU
"Selanjutnya tidak dipasangnya TAG diketahui oleh Komisi Pemeriksa Materiil. Sehingga terdakwa memasang lagi TAG dengan ditambahi tulisan 'Date C of C 01-10-2017 Indonesia Air Force' agar seolah-olah helikopter angkut AW-101 tersebut baru diproduksi pada 2017 untuk TNI AU," ujar hakim Djuyamto .
Helikopter AW-101 yang dibeli PT DJM terungkap merupakan barang bekas berdasarkan laporan investigasi dan analisis teknis yang melibatkan tim Institut Teknologi Bandung (ITB). Laporan itu menyebutkan helikopter tersebut memiliki nomor seri (MSN) 50248 yang justru selesai diproduksi pada November 2012.
Heli itu pun merupakan helikopter berjenis VVIP (AW-101 seri 600) bukan helikopter yang diproduksi untuk kepentingan misi angkut (AW-101 seri 500). "Seri produksi itu terdaftar di Inggris dengan nomor seri itu merupakan helikopter angkut AW-101 646 dengan konfigurasi yang merupakan pesanan angkatan udara india," ujar hakim Djuyamto.
Dari laporan itu juga menemukan helikopter angkut AW-101 646 mesinnya pertama kali dinyalakan pada 29 Novemver 2012. Heli tersebut telah memiliki catatan waktu terbang selama 152 jam dan waktu operasi selama 167,4 jam pada 19 Desember 2016.
Pada hari ketika helikopter tersebut dioperasikan tim pemeriksa TNI, tercatat sebagai pengoperasian ke-119. "Sehingga helikopter AW-101 646 yang didatangkan dalam pengadaan helikopter angkut TNI AU tahun 2016 tersebut bukan merupakan helikopter baru," ucap hakim Djuyamto.
Dalam kasus itu, Irfan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Atas kejahatannya, Irfan juga diganjar hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17,22 miliar.