Rabu 22 Feb 2023 15:26 WIB

Perkuat Karakter Pelajar Pancasila, Kemendikbudristek Gelar Aksi Peduli Sampah

Nilai Pancasila yaitu, ikut menjaga lingkungan tetap bersih dan bebas dari sampah

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Pelajar memungut sampah yang berserakan, (ilustrasi). Anak-anak perlu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman langsung bagaimana mengelola sampah dengan baik.
Foto: Antara/Moch Asim
Pelajar memungut sampah yang berserakan, (ilustrasi). Anak-anak perlu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman langsung bagaimana mengelola sampah dengan baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) jatuh pada 21 Februari mendatang. Untuk itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak para siswa inklusi untuk mengikuti kegiatan peduli sampah dengan diberikan pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola sampah dengan baik. Di mana, hal itu dinilai sejalan dengan profil pelajar Pancasila.

"Anak-anak perlu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman langsung bagaimana mengelola sampah dengan baik. Sehingga mereka bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam profil pelajar Pancasila, yaitu dengan ikut menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari sampah serta membuatnya menjadi sesuatu yang bermanfaat," ujar Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, Rabu (22/2/2023).

Baca Juga

Bekerja sama dengan Komunitas Pilah Sampah, kegiatan yang bertajuk 'Penguatan Karakter melalui Aksi Peduli Lingkungan pada Tri Pusat Pendidikan' itu digelar di SDN Pegadungan 11 Pagi, Jakarta. Para siswa inklusi atau anak-anak penyandang disabilitas diberikan pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola sampah dengan baik. Rusprita mengatakan, mengelola sampah yang baik merupakan salah satu upaya dalam menjaga lingkungan.

Sedikitnya, ada tiga nilai dalam dimensi profil pelajar Pancasila yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Pertama adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia terutama akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, dan akhlak kepada alam. Kedua, bergotong-royong yakni kolaborasi dan kepedulian. Ketiga, kreatif dengan menghasilkan karya serta tindakan orisinil.

Sebagaimana diketahui, sampah masih menjadi masalah serius yang perlu digarap oleh banyak pihak, termasuk dunia pendidikan. Dalam kegiatan itu, pihaknya juga ingin menciptakan iklim inklusivitas dengan melibatkan anak-anak disabilitas. Menurut dia, para siswa inklusi juga berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama dan terlibat dalam pengelolaan sampah secara berkelanjutan.

"Yang dapat memberikan dampak positif terhadap kontribusi upaya penurunan emisi gas dan efek rumah kaca,” jelas Rusprita.

Berdasarkan Grafik Komposisi Sampah Tahun 2022 yang telah dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah rumah tangga menyumbang persentase paling banyak yaitu sebesar 37,6 persen atau hampir dari setengah jumlah sampah di Indonesia. Sampah rumah tangga meliputi sampah dari dapur; sisa-sisa makanan; pembungkus selain kertas, karet, dan plastik; tepung; sayuran; kulit buah; daun; dan ranting.

Oleh karena itu, kegiatan ini tidak hanya melibatkan siswa inklusi tetapi juga seluruh warga sekolah termasuk orang tua. Harapannya, setelah mengikuti kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran semua pihak bahwa mengelola sampah yang baik adalah tanggung jawab bersama demi keberlangsungan lingkungan hidup yang bersih.

“Kalau di sekolah, tanggung jawabnya bukan hanya oleh petugas kebersihan tapi seluruh warga sekolah ikut bertanggungjawab memastikan lingkungan yang bersih dan bebas dari sampah. Di rumah juga begitu, orang tua diharapkan bisa menjadi role model atau panutan bagi anak,” tutur Rusprita.

Peran orang tua, tegasnya, tentu tidak hanya terbatas pada peran ibu. Ayah juga punya andil besar membangun kesadaran anak akan peran dan tanggung jawab bersama mengelola sampah di rumah.

Nahdya Maulina dari Komunitas Pilah Sampah menjelaskan cara mengelola sampah yang baik yaitu dimulai dengan dipilah, lalu disetorkan ke pihak yang dapat mendaur ulang. Selain itu, setiap orang harus belajar untuk mengurangi produksi sampahnya sendiri.

“Kebiasaan memilah sampah itu harus dimulai dari diri sendiri dan dari rumah. Mudahnya, kita bisa pilah sampah antara organik dan anorganik. Sampah-sampah anorganik seperti botol plastik itu bisa kita berikan ke pemulung atau kita kumpulkan sendiri lalu kita jual. Selain kita bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi, kita juga dapat mengurangi potensi tercemarnya lingkungan ataupun potensi sosial yang dapat merugikan orang lain,” tutur Nadya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement