Rabu 22 Feb 2023 15:19 WIB

Bendera Merah Putih di Makam Tan Malaka Hilang

Tan Malaka adalah Pahlawan Kemerdekaan sesuai Kepres 53/1963.

Makam pahlawan nasional Tan Malaka di lereng gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, Senin (16/1).
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Makam pahlawan nasional Tan Malaka di lereng gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, Senin (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Bendera Merah Putih sebagai penanda di makam pahlawan kemerdekaan Tan Malaka, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, hilang.

Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DKPP) Imam Mubarok mengemukakan di makam tersebut memang sengaja dipasang penanda berupa Bendera Merah Putih yang terbuat dari logam. Bendera tersebut sekaligus menunjukkan bahwa di makam itu merupakan pahlawan kemerdekaan.

Baca Juga

"Saya kemarin (Selasa, 21/2) sowan sekaligus ziarah dan tahlil di Selopanggung Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, sebab tanggal 21 Februari 2023 tepat 74 tahun Tan Malaka gugur. Saat itu sebenarnya ada yang janggal ketika berdoa di atas pusara, tapi saya belum berfikir, sebab agak buru-buru karena cuaca mendung," kata Imam Mubarok di Kediri, Rabu.

Ia mengaku kemudian mencari tahu adanya kejanggalan tersebut dengan melihat kembali foto-foto koleksinya di area makam Tan Malaka. "Dan benar, ternyata Bendera Merah Putih di atas pusara Tan Malaka saya zoom sudah tidak ada. Entah hilang atau sengaja dihilangkan saya tidak paham. Apapun beliau, Tan Malaka ini adalah Pahlawan Kemerdekaan sesuai Kepres 53/1963 tanggal 28 Maret," kata dia.

Tan Malaka dijuluki sebagai Bapak Republik merupakan Pucuk Penghulu (Raja) di kampungnya, Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Pukuh Kota, Sumatra Barat. Ia meninggal dunia dibunuh oleh tentara republik pada 21 Februari 1949 di Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

Menurut Harry Albert Poeze, sejarawan asal Belanda yang mengungkap tabir misteri kematian Tan Malaka, disebutkan bahwa Tan Malaka tewas akibat dieksekusi pada 21 Februari 1949 oleh pasukan dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, di Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Perintah itu datang dari Letda Soekotjo, yang menurut Poeze, adalah orang kanan yang paling beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi.

"Posisi Tan Malaka sangatlah final dan penting bagi kaumnya sendiri. Di wilayah adat dia membawahi 142 niniak mamak atau pemimpin adat, di Kelarasan Bungo Setangkai (Tiga nagari: Pandam Gadang, Suliki, dan Kurai). Adatnya dari Agam, mainan urang lima puluh Kota," kata Imam.

Ia pun berharap bendera tersebut bisa dikembalikan lagi ke lokasi yang semestinya jika memang diambil oleh seseorang.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement