REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sejumlah aset milik Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Total aset yang sudah disita nilainya mencapai Rp 16 miliar
"KPK telah menyita beberapa aset tanah, bangunan dan mobil dan uang tunai, kalau kemudian ditotal nilainya sejauh ini baru sekitar Rp 16 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (21/2/2023).
Ali menjelaskan, nilai ini masih jauh dari total uang suap dan gratifikasi yang diduga diterima Ricky sekitar Rp 200 miliar. KPK pun akan terus berupaya menelusuri uang milik Ricky.
"Saat ini KPK terus lakukan asset tracing untuk mencari aset-aset yang lebih besar tentunya," ujar Ali.
Ricky telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Dia diduga menerima uang haram mencapai Rp 200 miliar.
Kasus ini bermula saat Ricky menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah pada tahun 2013-2018 dan 2018-2023. Selama dua periode menduduki posisi itu dia diduga menggunakan kewenangannya untuk menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Mamberamo Tengah, Papua.
Ricky juga menentukan syarat khusus agar para kontraktor dapat dimenangkan. Antara lain, yakni dengan adanya penyetoran sejumlah uang kepada dirinya.
Ada tiga pihak swasta yang diduga memberi suap kepada Ricky. Mereka adalah Direktur PT Bina Karya Raya, Simon Pampang (SP), Direktur Bumi Abadi Perkasa, Jusiendra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding (MT).
Ricky kemudian memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar agar diberikan khusus kepada mereka bertiga.
Jusiendra Pribadi Pampang diduga mendapatkan sebanyak 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp 217,7 miliar. Diiantaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Lalu, Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp 179,4 miliar. Sementara itu, Marten Toding diduga mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp 9,4 miliar.
Ricky menerima uang suap dari ketiga pihak swasta itu melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaannya. Selain itu, dia diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak.
Ia juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.