REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presenter televisi swasta Brigita Purnawati Manohara memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kesekian kalinya pada Senin (5/6/2023). Brigita diperiksa lagi sebagai saksi dalam kasus dugaan pencucian uang dan suap dengan tersangka bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP).
"Betul hari ini dilakukan pemanggilan saksi Brigita Manohara untuk menjadi saksi tersangka RHP," kata juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan pers kepada wartawan, Senin (5/6/2023).
Walau demikian, Ali belum mengungkap secara perinci mengenai materi pemeriksaan Brigita kali ini. Padahal pemanggilan tersebut bukanlah yang pertama bagi Brigita.
"Saat ini saksi sudah hadir dan segera dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," ujar Ali.
KPK diketahui akhirnya menangkap RHP pada Ahad (19/2/2023). RHP ditangkap saat kembali ke Jayapura, Papua setelah kabur selama kurang lebih tujuh bulan. Lembaga antikorupsi ini juga tengah menelusuri alasan RHP kabur ke Papua Nugini.
RHP telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang. RHP diduga menerima uang haram mencapai Rp 200 miliar.
Kasus ini bermula saat RHP menjabat sebagai bupati Mamberamo Tengah pada tahun 2013-2018 dan 2018-2023. Selama dua periode menduduki posisi itu RHP diduga menggunakan kewenangannya untuk menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Mamberamo Tengah, Papua.
RHP juga menentukan syarat khusus agar para kontraktor dapat dimenangkan. Antara lain, yakni dengan adanya penyetoran sejumlah uang kepada dirinya.
Ada tiga pihak swasta yang diduga memberi suap kepada RHP. Mereka adalah Direktur PT Bina Karya Raya, Simon Pampang (SP); Direktur Bumi Abadi Perkasa, Jusiendra Pribadi Pampang (JPP); dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding (MT).
RHP kemudian memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar agar diberikan khusus kepada mereka bertiga. Jusiendra Pribadi Pampang diduga mendapatkan sebanyak 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp 217,7 miliar. Di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Lalu, Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp 179,4 miliar. Sementara, Marten Toding diduga mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.
RHP menerima uang suap dari ketiga pihak swasta itu melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaannya. Selain itu, dia diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak.
Ia juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan, maupun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.