Rabu 22 Feb 2023 00:22 WIB

PKB Sebut Ada Kekacauan Pemilu 2024 Jika MK Putuskan Proporsional Tertutup

Kompleksitas penerapan proporsional tertutup dimulai di internal parpol.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid di Gedung Nusantara III,  Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/8).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid berharap bahwa Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan dan memutuskan penerapan sistem proporsional tertutup, itu disebutnya sebagai pintu kekacauan untuk Pemilu 2024.

"Mudah-mudahan MK sistemnya tetap terbuka kalau tertutup agak menyulitkan karena cara menghitungnya. Namun perlu saya sampaikan, jika nanti MK memutuskan tertutup, itu akan menjadi pintu kekacauan Pemilu 2024," ujar Jazilul di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Baca Juga

Sistem proporsional tertutup sendiri adalah mekanisme di mana pemilih akan mencoblos partai politiknya saja dalam pemilihan legislatif (Pileg). Adapun sosok yang akan masuk ke DPR dan DPRD dipilih oleh partai politik tersebut, bukan oleh masyarakat.

"Banyak pasal-pasal yang harus diubah dan itu perubahannya perlu perppu," ujar Jazilul.

 

Jika MK mengabulkan gugatan tersebut dan memutuskan penerapan sistem proporsional tertutup, hal tersebut dinilainya sebagai beban baru. "Sebab para calon yang sudah dites ini akhirnya kembali ke nomor urut (partai politik. Jadi kompetensi dan lain menjadi tidak penting, karena nomor urut itu dilakukan atau dengan sistem tertutup," ujar Wakil Ketua MPR itu.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda juga mengatakan bahwa akan timbul kompleksitas dari penerapan sistem proporsional tertutup lewat putusan MK. Kompleksitas tersebut akan bermula dari kepengurusan partai politik di tingkat daerah.

Sebab, akan ada kader-kader yang setuju dan tak setuju dengan sistem yang diterapkan jelang Pileg. "Potensi (konflik) partai kepengurusan dari tingkat kabupaten, provinsi pusat pasti akan menjadi sentrum konflik baru," ujar Huda di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/2/2023).

Kedua adalah potensi munculnya 'membeli kucing dalam karung', ketika masyarakat tak tahu siapa yang dipilihnya sebagai anggota legislatif. Sebab lewat sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik.

"Nama-nama calegnya tidak ada sama sekali, hilang, dan kita tidak tahu persis apakah itu benar-benar sekedar ditempelkan di TPS juga tidak ada. Itu sama sekali kita belum dapat skema apa yang akan dikeluarkan oleh KPU, daftar nama-nama pun tidak akan ada di TPS," ujar Huda.

"Karena yang dicoblos adalah tanda partai, banyak hal menurut saya efek kompleksitas politik dari tertutup ini," sambungnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement