REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho mendukung vonis berat terhadap bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi. Prof Hibnu menilai hukuman berat terhadap Surya Darmadi bakal menimbulkan efek jera.
Surya Darmadi terjerat kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Vonis terhadap Surya dijadwalkan dibacakan pada Kamis (23/2/2023).
"Sebagai pidana yang punya aspek deterrent untuk pelaku lain, potensi kejahatan lain ya sepakat pidana maksimal (Surya Darmadi)," kata Prof Hibnu kepada Republika.co.id, Ahad (19/2/2023).
Prof Hibnu mewaspadai potensi kejahatan lingkungan lain di kemudian hari. Prof Hibnu berharap vonis berat terhadap Surya Darmadi bisa membuat pelaku potensial kejahatan lingkungan mengurungkan niat.
"Ini untuk cegah mereka yang berpotensi lakukan kejahatan lingkungan. Karena lahan, lingkungan itu untuk kepentingan masa depan kita," ujar Prof Hibnu.
Prof Hibnu mengamati selama ini korupsi yang berkelindan dengan kejahatan lingkungan cenderung minim tersentuh jerat hukum. Aparat penegak hukum lebih sering mengungkap kasus korupsi di sektor perbankan atau jual beli jabatan.
"Saya kira dalam kejahatan lingkungan ini suatu pembelajaran bagi potensi pelaku untuk taat pada aturan yang ada karena ini terkait masa depan negara," ucap Prof Hibnu.
Oleh karena itu, Prof Hibnu mendukung langkah Kejaksaan Agung untuk mengungkap kasus korupsi sekaligus kejahatan lingkungan. Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada kemajuan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang kian anjlok.
"Ya benar ini jadi kemajuan Kejaksaan karena ungkap kasus kejahatan lingkungan sekaligus korupsi. Mudah-mudahan bisa naikkan IPK kita," ujar Prof Hibnu.
Sebelumnya, Surya Darmadi dituntut hukuman seumur hidup oleh JPU. Selain hukuman penjara, Surya Darmadi turut dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp 1 miliar.
Surya Darmadi juga dituntut kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS serta perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi dituntut melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan kedua Pasal 3 ayat 1 huruf C UU 15/2022 tentang TPPU sebagaimana telah diubah UU 25/2003 tentang TPPU dan ketiga primair Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.