Jumat 17 Feb 2023 15:07 WIB

KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap di Mahkamah Agung

KPK menetapkan satu tersangka baru dalam kasus suap di Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung
Foto: Republika/Agung Fatma
Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Setelah ditemukan adanya kecukupan alat bukti, KPK kembali menetapkan satu orang pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap kepada tersangka EW selaku hakim yustisial di MA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

Baca Juga

Ali mengemukakan penyidik KPK masih terus mengembangkan informasi dan data hasil penyidikan perkara dugaan korupsi pengurusan perkara di MA dan akan segera mengumumkan perkembangan penyidikan kepada masyarakat.

Sebelumnya, penyidik KPK telah menetapkan 14 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Para tersangka tersebut adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.

Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sebanyak delapan tersangka di antaranya telah dilimpahkan kepada tim jaksa untuk segera disidangkan. Delapan tersangka tersebut, yakni Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Muhajir Habibie, Heryanto Tanaka, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Adapun konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan bermula pada awal 2022 perihal adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID).

Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang. Lalu, YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.

Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman dinyatakan bebas.

Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.

Karena YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan, digunakan melalui jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).

Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.

Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman saat itu adalah GS. Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputus nya terdakwa Budiman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama lima tahun.

KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS. Sementara, sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.

Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY. Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement