Jumat 17 Feb 2023 05:57 WIB

Alasan Komisi III Usulkan Kembali Revisi UU MK, Salah Satunya Agar Bisa Evaluasi Hakim

Terakhir DPR dan pemerintah merevisi UU MK pada 2020.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Mahkamah Konstitusi, ilustrasi
Mahkamah Konstitusi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menjelaskan, ada empat materi muatan yang akan diubah dalam revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Diketahui, undang-undang tersebut sudah direvisi tiga kali dan terakhir disahkan pada September 2020.

Salah satu materi muatan yang akan diubah adalah evaluasi hakim MK. Jelasnya, hakim MK dapat dievaluasi oleh lembaga yang mengusulkan atau memilihnya.

Baca Juga

"Itulah (evaluasi hakim oleh DPR) yang akan kita atur akan seperti apa. Karena prinsipnya, evaluasi itu juga tidak boleh mengganggu independensi," ujar Arsul di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Dalam konteks pengisian jabatan hakim konstitusi, DPR, presiden, dan Mahkamah Agung (MA) diberi amanat untuk mengisi jabatan hakim MK, dengan cara memilih atau mengajukan masing-masing sebanyak tiga orang hakim konstitusi. Itu diatur dalam Pasal 18a UU MK saat ini.

Artinya, hakim MK yang dipilih DPR juga nantinya dievaluasi lembaga legislatif itu sendiri. Sedangkan, hakim MK yang dipilih atau diajukan MA akan dievaluasi lembaga yang juga merupakan lembaga pemegang kekuasaan kehakiman itu.

Independensi hakim MK dalam proses evaluasi tersebut, nilai Arsul, akan menjadi tantangan tersendiri dalam revisi UU MK. Sebab, MK salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dijamin kemerdekaannya oleh pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

"Nanti kita ya harus dengarkan juga apa pendapat dari para ahli, apa masukan dari teman-teman masyarakat sipil. Hemat saya, ya ini juga jangan terburu-buru," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Komisi III DPR mengusulkan revisi UU MK yang sudah dilakukan perubahan sebanyak tiga kali. Revisi terakhir terjadi pada 2020 dan sudah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada Selasa (1/9/2020).

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mewakili komisi hukum tersebut menjelaskan, ada empat alasan pihaknya kembali mengusulkan revisi UU MK. Pertama adalah persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi.

"(Dua) evaluasi hakim konstitusi. Tiga, unsur keanggotaan majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi. Empat, penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Habiburokhman dalam rapat kerja dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Rabu (15/2/2023).

Dalam perkembangannya, beberapa ketentuan UU MK diubah tiga kali. Usulan terbaru Komisi III akan menjadi revisi keempat, karena UU MK saat ini dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan.

"RUU ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, perubahan undang-undang ini dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan, yang dibatalkan Putusan MK Nomor 96/PUU-XVII/2020 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022," ujar Habiburokhman.

"Serta menyesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," kata politikus Partai Gerindra itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement