REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menargetkan untuk melaksanakan proses standardisasi Lembaga Penyedia Layanan Ramah Anak (LPLRA) pada 71 lembaga pada tahun ini sebagai komitmen perlindungan kepada Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).
"LPLRA memegang prinsip bahwa standardisasi yang dilakukan merupakan evaluasi yang bersifat pembinaan, yang bertujuan menguatkan lembaga tersebut dalam melayani AMPK. Bukan menilai, menghakimi, atau mempermasalahkan cara kerja lembaga tertentu," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar dalam keterangan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
LPLRA merupakan program yang mengusung semangat sinergi dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) maupun Lembaga Layanan Berbasis Masyarakat.
Nahar menuturkan 71 lembaga yang menjadi target standardisasi pada tahun ini tersebar di 21 provinsi.
Dengan meluasnya jumlah target lembaga di beberapa provinsi, kata dia, dapat mendorong penetapan standar yang tinggi bagi penyelenggara perlindungan khusus, sehingga mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan pada anak serta menjadi salah satu upaya pendukung terwujudunya Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Pada 2022 Kementerian PPPA telah melakukan verifikasi terhadap 21 lembaga yakni 17 satuan pendidikan, dua lembaga rehabilitasi anak korban narkoba, dan dua lembaga yang menangani anak berhadapan dengan hukum.
Dari 21 lembaga tersebut, empat lembaga sudah mendapatkan predikat "Memenuhi Standar Lembaga Penyedia Layanan Ramah Anak bagi Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus", antara lain Loka Rehabilitas Badan Narkotika Nasional (BNN) Batam, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Maros, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ar Rahman Makassar, dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Raudhatul Jannah Cilegon.
"Melalui Program LPLRA ini, kementerian/lembaga/lembaga masyarakat terkait diharapkan mampu memberikan layanan prima yang ramah anak, sesuai kaidah, dan prinsip Konvensi Hak Anak yang menjadi acuan Indonesia dalam melaksanakan perlindungan anak dan juga sesuai keunikan lembaga dan cara kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing," harap Nahar.